“Ketahuilah ada tiga tingkatan puasa yaitu puasa umum, puasa khusus, puasa khusus dari khusus”
BARISAN.CO – Puasa merupakan ibadah yang penuh hikmah. Sebagai salah satu rukun Islam, untuk melaksanakan puasa di bulan ramadan. Jika tidak memiliki hikmah tentu puasa tidak ada bedaya dengan bulan selain ramadan ataupun puasa pada waktu siang maupun malam. Begitu juga bukan sekadar lapar dan haus. Bagaimana Imam Al-Ghazali memandang puasa?
Puasa berasal dari bahasa Arab “shaumun atau shiyamun” yang artinya menahan diri dari segala sesuatu, seperti menahan tidur, menahan makan, manahan minum, menahan bicara dan lain sebagainya. Shaumun atau shiyamun pada hakekatnya adalah menahan atau mengendalikan diri.
Sedangkan puasa menurut Imam Al-Ghazali pada hakekatnya sebagai media untuk bisa dekat dengan Allah Swt. Maka orang yang berpuasa dilandasi niat yang baik untuk menjalankan perintah Allah Swt.
Sebagaimana Al-Ghazali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin:
“Bila diri telah tumbuh kerinduan untuk bertemu dengan Allah Swt. Dan bila keinginan untuk mendapatkan makrifat tentang keinginan-Nya nyata dan lebih kuat daripada nafsu makan dan seksual berarti telah menggandrungi taman makrifat ketimbang surga pemuas nafsu indrawi.
Imam Al Ghazali menggambarkan sewaktu manusia itu terjerumus ke dalam hawa nafsu duniawi. Maka ia menurun ketingkat paling bawah dalam puasa dan berhubungan dengan lumuran hewan.
Tingkatan Puasa
Pemikiran Imam Al-Ghazali tentang menundukkan hawa nasfu yang bertingkat. Al-Ghazali pun membagi puasa ke dalam tiga tingkatan atau three grades of fisiming ordinary, special and extra-special.
Sebagaimana yang dinyatakan dalam kitab Ihya’ Ulumuddin, tingkatan tersebut yakni:
اعلم ان الصوم ثلاث درجات, صوم العوم, وصوم الحصوص, وصوم حصوص الحصوص
“Ketahuilah ada tiga tingkatan puasa yaitu puasa umum, puasa khusus, puasa khusus dari khusus”
Pertama, Puasa umum yaitu mencegah perut dan kemaluan dari pada memenuhi keinginannya. Puasa ini hanya sekadar menahan hal-hal yang membatalkan, dalam bentuk kebutuhan perut dan kelamin, tanpa memandang lagi kepada hal-hal yang diharamkan dalam bentuk perkataan dan perbuatan.
Kedua, Puasa khusus yakni pencegahan pancaindra yakni mencegah pandangan, lidah, tangan, penglihatan, kaki dan anggota tubuh lainnya dari perbuatan dosa. Tingkat puasa ini, selain mencegah keinginan perut dari nafsu kelamin, juga menahan keinginan dari anggota-anggota badan seluruhnya.
Ketiga, Puasa khusus dari khusus yakni puasa hati dari segala cita-cita yang hina dan segala pikiran duniawi serta mencegahnya daripada selain Allah Swt secara keseluruhan. Puasa khusus dan yang khusus menurut beliau adalah puasanya para Nabi, orang-orang sholeh dan yang dekat dengan sang maha pencipta.
Puasa ini menganggap batal apabila memikirkan hal-hal yang bersifat duniawi, sehingga hatinya lupa terhadap Allah Swt. Terkecuali masalah dunia yang mendorong ke arah pemahaman agama, karena hal tersebut dianggap sebagai tanda ingat kepada akhirat.
Dalam bukunya berjudul Menangkap Kedalaman Rohaniah Peribadatan Islam, Imam Al-Ghazali menyampaikan bahwa mereka yang masuk ke dalam tingkatan puasa sangat khusus akan merasa berdosa apabila hari-harinya terisi dengan hal-hal yang dapat membatalkan puasanya. Mereka beranggapan bahwa hal tersebut bermula dari rasa kurang yakin dengan janji Allah Swt untuk mencukupkan dengan rezeki. [Luk]
Diskusi tentang post ini