Selain berisiko menghabiskan sumber daya alam dan menghambat berkembangnya infrastruktur air publik di pasar-pasar utama, industri botol plastik juga memperburuk “krisis plastik”.
BARISAN.CO – Lebih dari 1 juta botol air terjual setiap menitnya di seluruh dunia dan angka ini diperkirakan akan terus bertambah, menurut laporan terbaru dari Institut Air, Lingkungan dan Kesehatan Universitas PBB. Dengan penjualan air kemasan global yang diperkirakan akan meningkat hampir dua kali lipat pada tahun 2030, kekhawatiran akan dampak terhadap lingkungan, iklim, dan sosial semakin meningkat.
Menurut laporan tersebut, pada tahun 2021, penjualan air minum dalam kemasan global mencapai 350 miliar liter dan bernilai sekitar US$270 miliar. Angka ini diperkirakan akan melonjak hingga US$500 miliar pada tahun 2030.
Para peneliti menganalisis data dari 109 negara dan menemukan bahwa industri ini sebagai salah satu industri dengan pertumbuhan tercepat di dunia.
Masih dari laporan itu, kurang dari separuh dana yang dikeluarkan dunia untuk membeli air kemasan setiap tahunnya akan cukup untuk menjamin akses air keran yang bersih bagi ratusan juta orang yang tidak memiliki air kemasan selama bertahun-tahun.
Selain berisiko menghabiskan sumber daya alam dan menghambat berkembangnya infrastruktur air publik di pasar-pasar utama, industri botol plastik juga memperburuk “krisis plastik”.
Wilayah Asia Pasifik menyumbang sekitar setengah dari pendapatan pasar air kemasan global. Pada tahun 2021, Asia Pasifik mendominasi pasar global. Amerika, Tiongkok, dan Indonesia menurut laporan itu menguasai separuh air kemasan dunia.
Pasar AMDK di AS diperkirakan mencapai penjualan mencapai US$64 miliar atau hampir seperempat dari total pendapatan global. Diikuti Tiongkok (US$50 miliar atau 18 persen) dan Indonesia (US$22 miliar atau 8 persen).
Sementara, pasar air minum dalam kemasan (AMDK) di Indonesia diproyeksikan akan naik sebanyak 8,15 persen pada tahun 2028 menurut laporan Mordor Intelligence.
Perubahan gaya hidup konsumen dan meningkatnya kesadaran akan penyakit akibat konsumsi air yang terkontaminasi mendorong permintaan air minum dalam kemasan di Asia Pasifik meningkat.
Meningkatnya ketersediaan di toko ritel, supermarket, dan hipermarket di seluruh wilayah mendorong pasar air minum dalam kemasan.
Dalam buku “Politik Air di Indonesia: Penjarahan Si Gedhang oleh Korporasi Aqua-Danone” dituliskan, perkembangan bisnis AMDK mengindikasikan posisi negara yang lemah di dalam menyiapkan modal dan teknologi. Hal ini dipandang konsekuensi dari paradigma ekonomi baru neoliberalisme.
Sesuai dengan namanya, perusahaan air minum daerah (PDAM) seharusnya mampu menyediakan air minum bagi masyarakat di Indonesia. Sayangnya, tak seperti negara maju, air keran di sini belum siap untuk diminum langsung. Bahkan, di beberapa wilayah, air PDAM justru keruh dan berbau kaporit. [Yat]