Saat menjalin ikatan rumah tangga, setiap orang tua mendamba hadirnya anak. Ia menjadi sumber kebahagiaan yang dinanti dan diharapkan. Ia mampu membuat rasa lelah menjadi gembira. Hadirnya anak membuat kerja semakin giat dan ia bisa menjadi penerang kehidupan di akhirat nanti.
Orang tua mengajaknya bermain, memberikan pelayanan terbaik kepada anaknya. Tidak lupa juga dengan membekali anak dengan pendidikan yang tinggi. Mengajari anak dengan ilmu kehidupan.
Orang tua sangat tulus demi tumbuh kembang anaknya. Anak adalah penghias; senyumnya, tawanya, candanya dan segala perilaku membuat kita merasakan kenikmatan hidup berumah tangga.
Namun anak juga merupakan sumber yang bisa membuat khawatir Rasa jengkel tiba-tiba muncul karena perilaku dan sikap anak. Kekhawatiran tersebut ketika anak menjadi sumber malapetaka. Tentu orang tua tidak menginginkan hal tersebut.
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”. (At-Tahrim: 6)
Ilmu ketahudian menjadi hal pokok untuk menghindari malapetaka tersebut, sebagai mana kisah Lukman mendidik anaknya.
“Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, Sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar”.(Luqman: 13)
Mendidik anak menjadi kewajiban mutlak, tanggung jawab mendidiknya merupakan suatu hal yang teramat penuh dengan risiko. Jangan sampai kewajiban tersebut terlupa, akan di bayar mahal kelak di kemudian hari. Anak adalah amanah Tuhan yang paling indah.
Diskusi tentang post ini