AJANG balapan mobil listrik Formula E kembali digelar di Jakarta. Namun sayangnya ajang internasional yang diprediksi bakal menggeser Formula 1 di masa depan ini diperkirakan tidak semeriah penyelenggaraan pertama.
Sejumlah wakil rakyat di Jakarta sudah sejak awal mengkritisi penyelenggaraan Formula E kedua di Ibu Kota (3-4 Juni 2023) tersebut bakal sepi peminat termasuk minim sponsor. Jakpro yang menjadi penyelenggara acara seperti lesu darah, tidak semilitan ketika gubernur masih dijabat Anies Rasyid Baswedan.
Jakpro seharusnya lebih lincah karena untuk penyelenggaraan kedua ini tidak ada lagi halangan atau tekanan di luar teknis penyelenggaraan. Berbeda ketika perhelatan pertama yang penuh drama karena Pemerintah Pusat tidak mendukung Anies lantaran dikhawatirkan bakal calon presiden yang belakangan diusung Koalisi Perubahan untuk Persatuan, sinarnya semakin moncer.
Formula E selain dipermasalahkan secara hukum (sampai Anies sempat diperiksa KPK), juga dihambat proses pembangunannya. Dalam sebuah kesempatan Anies di hadapan para ulama di Jawa Timur berkisah, Pemerintah Pusat sampai menghambat pengadaan aspal khusus untuk sirkuit.
Menurut Anies sampai perusahaan aspal dalam negeri tidak berani menjual produknya lantaran takut tekanan Pemerintah Pusat. Mereka sebenarnya punya produk aspal khusus untuk sirkuit. “Kami akan beli dan ada uangnya. Tapi mereka tidak mau menjual karena takut,” kata Anies suatu waktu.
Anies dan para insinyur dari Jakpro pun putar otak. Mereka akhirnya membuat ramuan sendiri dengan membeli aspal curah dicampur dengan batuan khusus seperti kerikil dan lem campuran aspal yang tidak ada di Indonesia. Bahanya diperoleh impor dari Jerman.
Coba, sampai sedahsyat itu kelompok yang ingin mengagalkan penyelenggaraan Formula E di Jakarta. Hanya khawatir popularitas Anies tak terbendung. Padahal dalam setiap kesempatan Presiden Jokowi — sampai ke acara Hari Lahir Pancasila 2023 pun — temanya soal pertumbuhan ekonomi.
Nah, Formula E kalau dikelola secara baik dan tidak dinarasikan ke dalam perseteruan politik justru dapat dikapitalisasi menjadi pertumbuhan ekonomi khususnya di kalangan UMKM.
Upaya merecoki Anies pun sampai ke perusahaan BUMN absen dari ajang pesta dunia. Alasannya tidak punya duit. Tapi publik tak percaya dengan alibi recehan tersebut.
Anehnya, untuk ajang kedua lagi-lagi BUMN juga tidak terlibat dalam sponsorship kecuali Pertamina itu pun bukan sponsor utama. Justru perusahaan multinasional yang malah memanfaatkan promosi sekaligus mendukung kampanye mobil listrik yang ramah lingkungan yang menjadi narasi masyarakat dunia.
Kali ini justru publik curiga. Jangan-jangan memang BUMN tak punya duit lantaran habis buat bangun infrastruktur. Atau justru banyak yang bangkrut dan terlilit utang?
Anehnya, jumlah sponsor di masa minim dukungan dari Pemerintah Pusat mencapai 31 perusahaan. Pada masa gubernur yang ditunjuk langsung Jokowi, perusahaan yang jadi sponsor malah turun jadi 19 perusahaan. Heran, kan?
Anies Tak Diundang?
Beredar kabar di media sosial dan sejumlah siniar, Anies sebagai sosok peletak dasar legasi Formula E dalam suasana gonjang-ganjing tapi berlangsung sukses, tidak diundang oleh panitia. Artinya Anies tidak akan duduk dan menyaksikan perhelatan Formula E dari VVIP bersama Presiden dan elite nasional lainnya.
Tentu, saya tidak percaya sepenuhnya kabar tersebut. Bila Jakpro sebagai penyelenggara tidak mengundang Anies, keterlaluan kalau benar!
Lantaran penasaran saya kemudian mengontak Kepala Divisi Sekretaris Perusahaan PT Jakpro, Nadia. Dia mengatakan Anies diundang namun Anies memilih untuk bayar sendiri dan berarti duduk di tribun bersama masyarakat.
“Iya saya tahu Bapak (Anies) duduk dimana. Kami undang kok. Tapi Bapak pilih beli tiket sendiri,” kata Nadia kepada Barisan.co.
Anies tampaknya ingin memeriahkan sekaligus menyukseskan ajang Formula E kendati bukan lagi gubernur Jakarta. Anies dan keluarga memilih membeli tiket sendiri daripada gratisan. Artinya Anies dan keluarga besar membayar dan menjadi pemasukan bagi negara.
Dan, Anies pun sepertinya tidak mau mencuri popularitas dan berswafoto dengan menumpang di acara dan pesta “orang lain”. Gratisan pula. Tidak etis! [rif]