Meski keduanya lulusan UGM, Chozin dan Anies tidak sempat bertemu. Lalu, bagaimana kisah Chozin bisa dekat dengan Anies?
BARISAN.CO – M. Chozin Amirullah dikenal memiliki kedekatan khusus dengan Anies Baswedan. Namun, semuanya bukan bermula saat keduanya kuliah di UGM (Universitas Gadjah Mada).
Sebab, saat Chozin masuk UGM, Anies telah kuliah di Amerika. Namun begitu, Chozin sudah tahu siapa Anies. Terlebih karena Anies memang terkenal di kampus sebagai aktivis dan ketua berbagai gerakan mahasiswa.
Kebetulan pula, Chozin kenal dengan saudara kandung Anies. Almarhum Ridwan Baswedan yang menjadi Ketua BEM di UII dan Abdillah Baswedan yang kuliah di UGM juga.
Meski tidak bertemu, Chozin kenal dengan adik dan keluarga Anies. Cerita-cerita tentang saat itu menjadi inspirasi banyak mahasiswa termasuk Chozin.
Pascalulus dari UGM, Chozin melamar beasiswa ke Amerika. Dia diterima di Ohio State University. Saat itu, Chozin mendengar kabar Anies telah lulus dan kembali ke Tanah Air.
Saat Anies bekerja di The Indonesia Institute, Chozin datang ke Jakarta untuk menemuinya di kantor. Chozin memperkenalkan diri dan menyampaikan bahwasanya dia dapat beasiswa ke Amerika.
Pertemuannya dengan Anies itu begitu berkesan. Selain disambut dan diperlakukan dengan baik, saat hendak pergi, Anies mengantarkan Chozin bukan hanya ke depan ruangan, melainkan hingga depan pintu lift dan dipersilakan.
Sebelum memasuki lift, Anies bertanya kepadanya, “Zin, kamu sudah punya koper belum untuk ke sana?” Chozin pun menjawab belum.
Kemudian, Anies memintanya datang hari Minggu ke rumahnya dan diberikan sebuah alamat. Chozin mengatakan, waktu itu, Anies masih mengontrak di daerah Lebak Bulus.
“Pas hari Minggu, saya datang ke alamat rumah kontrakannya, jadi ternyata sampai di rumah, sudah disiapin sama ibu Ferry (Farhati). Walau nggak pernah ketemu, tetapi ibu Ferry sudah seperti familiar saja,” kata Chozin kepada Barisanco beberapa waktu yang lalu di Jakarta.
Ferry, istri Anies, kata Chozin sudah menyiapkan tiga koper ukuran besar. Saking besarnya, Chozin menyampaikan, satu orang bisa masuk ke dalam koper tersebut.
“Saya kalau telungkup gitu masuk karena rupanya, koper itu yang dipakai selama di Amerika dan pulang ke Indonesia,” tuturnya.
Setelah itu, Chozin membawa koper tersebut. Selain koper, Anies ternyata menitipkan souvenir untuk diberikan kepada teman-temannya di Amerika.
Amanat itu Chozin tunaikan. Begitu menginjakkan kaki di Amerika, Chozin langsung memberikan souvenir itu kepada orang-orang yang dituju.
Belakangan ini, Chozin baru memahami, istilah souvenir itu sebagai kode.
“Mungkin bahasa pesan saja, ‘saya punya adik angkatan Chozin, tolong diperhatikan’. Saya menangkap itu karena memang orang yang dikasih souvenir dari mas Anies memang memberikan perhatian khusus ketika saya di Amerika,”‘ jelasnya.
Anies dan Chozin sangat akrab. Bukan hanya dengan Anies, namun juga keluarganya semacam ada kedekatan khusus.
Selesai sekolah, secara tidak sengaja, kantor pertama Chozin sama dengan Anies di The Indonesian Institute. Saat itu, Anies merupakan Direktur Riset, sedangkan Chozin menjabat sebagai salah satu staf untuk koordinator penelitinya. Namun demikian, tidak ada direct langsung antar keduanya, hanya sebatas teman sekantor.
Selanjutnya, ketika merintis Indonesia Mengajar. Chozin dimintai Anies mencari lokasi-lokasi penempatan Pengajar Muda secara voluntari. Hubungan keduanya berkembang tahun 2013, di saat TurunTangan didirikan.
“Mulai intens lagi, saya bergabung dan merintis di situ. Yaudah (hubungannya) sampai sekarang,” terangnya.
Chozin menuturkan, ketika mulai memasuki dunia politik, Anies tidak memiliki banyak tim seperti sekarang. Di awal-awal itu, tiap kali ke daerah, Chozin selalu mendampingi Anies.
“Kalau ke daerah, kami kadang nginap di rumah kawan atau kadang supaya hemat nginap di hotel, tetapi satu kamar. Tidur satu tempat tidur, mending double bed, ini single bed,” lanjut Chozin.
Terkadang juga, selama berhari-hari, keduanya bareng-bareng. Intensitas ini yang membuat keduanya tahu betul tabiat dan sifat masing-masing, termasuk keluarganya.
Chozin menuturkan, dia selalu ingat, tiap kali ingin berpergian, istri Anies selalu berpesan kepadanya, “Mas Chozin, saya titip mas Anies”. Kata-kata itu mungkin terdengar sederhana, namun bagi Chozin, begitu mendalam.
“Karena mempercayakan pergi bareng sama saya untuk sebuah kegiatan yang positif. Sehingga, kita ketika kemana-kemana itu memang menjalankan misi, jadi bukan tipe yang pergi nyari tempat hiburan,” tuturnya.
Menurut penuturannya, terkadang, saat berpergian, memang tidak diagendakan sebelumnya, seperti saat Tirakat keliling Jawa di bulan Ramadhan ini.
“Pokoknya turun ke bawah, ngobrol sama masyarakat, ketemu orang-orang dan belajar. Keliling Jawa Tengah dan Jawa Timur itu tidak direncanakan lokasi-lokasinya. Kadang ketemu ustadz, kyai, pendeta, petani, pedagang, seniman, bahkan ketemu kadang yang bukan manusia seperti makam-makam gitu,” sambung Chozin.
Tirakat itu, jelas Chozin adalah dalam rangka bisa memahami apa yang sebenarnya terjadi di masyarakat dan mendengar harapan-harapan mereka.
Dari dulu hingga sekarang, di mata Chozin, Anies itu konsisten, sopan, dan berintegritas tinggi.
Chozin menyampaikan, saat berbincang berdua, bukan di depan publik, bahasa yang digunakan justru bahasa Jawa.
“Karena mas Anies dari Jogja, saya dari Pekalongan ya ngomong bahasa Jawa karena lebih merasa itu bahasa ibu kami. Kadi kalau ketemu, ngobrol pakai bahasa Jawa, tapi kalau orang banyak bahasa Indoenesia,” tambahnya.
Kemudian, Chozin melanjutkan, soal konteks pembicaraan keduanya jika ada yang perlu diingatkan, maka saling mengingatkan.
“Kalau ada yang perlu dikembangkan ya dikembangkan. Maksudnya ngak ada rasa sungkan atau apa,” tandasnya.