Pihak perbankan yang menjadi responden survei terlampau optimistis terhadap kondisi triwulan mendatang hingga akhir tahun 2023.
BARISAN.CO – Penyaluran kredit baru pada triwulan I 2023 tumbuh positif, dengan pertumbuhan kredit baru terjadi pada seluruh jenis kredit. Bahkan, penyaluran kredit baru diprakirakan tumbuh lebih tinggi pada triwulan II 2023. Hal tersebut disimpulkan oleh Bank Indonesia berdasar hasil survei Perbankan yang dirilis beberapa hari lalu.
Prakiraan pertumbuhan triwulan II terindikasi dari “Saldo Bersih Tertimbang” (SBT) yang sebesar 99,7%. Lebih tinggi dibandingkan 63,7% pada triwulan sebelumnya. Bank Indonesia mengatakan kenaikan kebutuhan pembiayaan (kredit) tersebut juga terkonfirmasi dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU) Bank Indonesia. SKDU memprakirakan kegiatan usaha akan meningkat lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya.
Pada triwulan II 2023, prioritas utama responden Survei Perbankan dalam penyaluran kredit baru adalah kredit modal kerja, diikuti oleh kredit investasi dan kredit konsumsi. Pada jenis kredit konsumsi, penyaluran kredit kepemilikan rumah/apartemen masih menjadi prioritas utama, diikuti oleh kredit multiguna dan kredit kendaraan bermotor.
Sedangkan berdasarkan sektor, penyaluran kredit baru pada triwulan II 2023 diprioritaskan pada sektor Industri Pengolahan, sektor Perdagangan Besar dan Eceran, serta sektor Perantara Keuangan.
Untuk tahun 2023 secara keseluruhan, responden survei dilaporkan memprakirakan bahwa pertumbuhan kredit sebesar 10,4% (yoy). Jika terealisasi, maka terbilang akan tumbuh cukup tinggi meski tidak setinggi realisasi pertumbuhan kredit pada tahun 2022 yang sebesar 11,4% (yoy). Namun masih lebih tinggi dibandingkan realisasi pertumbuhan pada 2021 sebesar 5,2% (yoy).
Optimisme responden tersebut dinilai oleh Bank Indonesia sebagai didorong oleh kondisi moneter dan ekonomi serta relatif terjaganya risiko dalam penyaluran kredit.
Sebagai informasi, Survei Perbankan dilaksanakan oleh Bank Indonesia (BI) secara triwulanan sejak triwulan III 1999. Survei dilakukan untuk memperoleh informasi dini mengenai kebijakan perbankan dalam penyaluran kredit, pendanaan dan penentuan suku bunga, perkembangan permintaan dan penawaran kredit baru. Sampel dipilih secara purposive terhadap +40 bank umum yang mencakup sekitar 80% total aset perbankan nasional.
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan metode “Saldo Bersih Tertimbang” (SBT), yakni jawaban responden dikalikan dengan bobot kreditnya (total 100%), selanjutnya dihitung selisih antara persentase responden yang memberikan jawaban meningkat dan menurun.
Ekonom Senior Bright Institute, Awalil Rizky menilai, pihak perbankan yang menjadi responden survei terlampau optimis terhadap kondisi triwulan mendatang hingga akhir tahun 2023. Padahal, menurutnya, dinamika perekonomian justru terindikasi sedang melemah terutama akibat kondisi perekonomian global.
Dia menambahkan, kondisi itu terjadi antara lain fenomena pengetatan kondisi keuangan global, melemahnya prospek pertumbuhan ekonomi, dolar AS yang cenderung menguat, serta suku bunga riil meningkat di seluruh dunia. Sementara, dia mengungkapkan, dalam kasus Indonesia, tantangan perekonomian bertambah dengan kecenderungan turun atau mulai normalnya harga komoditas yang menjadi andalan ekspor.
Awalil juga mengingatkan risiko akibat peningkatan dalam kepemilikan Surat Berharga Negara (SBN) oleh pihak perbankan. Kondisi itu dinilainya membatasi dana yang tersedia untuk memberikan pinjaman kepada sektor swasta.
Bahkan, dia juga menyinggung soal gejala “lazy banking”, pihak bank tidak terdorong ekspansif dalam kredit, karena telah memperoleh keuntungan dari kepemilikan SBN.
“Sebenarnya Survei Perbankan Triwulan I 2023 tersebut telah memberi isyarat akan makin ketatnya standar penyaluran kredit. Kebijakan penyaluran kredit diprakirakan akan lebih ketat seiring dengan prospek perekonomian yang melemah,” kata Awalil kepada Barisanco, Minggu (30/4/2023)
Dia menjelaskan, pengetatan itu akan tampak antara lain pada aspek suku bunga kredit, premi kredit berisiko, dan persyaratan administrasi.
“Saya memprakirakan pertumbuhan kredit perbankan selama tahun 2023 tidak akan mencapai dua digit lagi. Kemungkinan hanya di kisaran 8-9 persen. Laju yang terbilang rendah dan belum bisa mempercepat pemulihan ekonomi yang terdampak pandemi pada tahun-tahun sebelumnya,” terangnya.