Cara efektif menggunakan uang negara untuk mengurangi emisi adalah terlibat dalam penangkapan dan penyimpanan karbon.
BARISAN.CO – Baru-baru ini, Anies Baswedan mengkritik pemerintah terkait subsidi dan insentif pembelian kendaraan listrik yang dianggapnya tidak tepat dalam menekan emisi karbon. Menurut Anies, pemerintah seharusnya terlebih dahulu membenahi sektor transportasi umum bertenaga listrik.
Anies juga mengklaim, jejak karbon pengguna kendaraan listrik lebih tinggi daripada angkutan umum dengan mesin konvensional. Kritik tersebut langsung ditanggapi pemerintah.
Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyamapaikan, kendaraan listrik ini merupakan komitmen emisi nol bersih di tahun 2060. Bahkan, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengingatkan, agar semua pihak tidak melawan arus dunia.
Memang saat ini, banyak negara yang berbondong-bondong memberikan subsidi untuk kendaraan listrik. Namun Direktur Eksekutif Badan Energi Internasional (IEA), Fatih Birol dalam wawancaranya dengan Nettavisen mengatakan, mobil listrik tidak akan menyelamatkan iklim.
Dalam laporan energi tahun IEA tahun 2017, mobil listrik di dunia memang akan mengalami pertumbuhan signifikan di tahun 2040 menjadi 300 juta unit karena subsidi besar-besaran dari pemerintah dan biaya baterai yang akan menurun tajam.
Sayangnya, Fatih menyebut, itu bukan solusi menekan emisi karbon global. Padahal, menurutnya, transportasi umum seperti pesawat terbang memiliki emisi yang lebih besar. Selain itu, dia meragukan, permintaan minyak akan turun dalam waktu dekat ini.
Orang terkuat di bidang energi itu berpendapat, cara efektif menggunakan uang negara untuk mengurangi emisi global dengan terlibat dalam penangkapan dan penyimpanan karbon.
Selain itu, ada lima alasan lainnya, mobil listrik justru buruk bagi lingkungan, yaitu:
- Proses Manufaktur
Saat ini, mobil listrik diproduksi dalam jumlah besar seiring dengan jumlah permintaan yang terus meningkat. Proses produksi ini menghasilkan jejak karbon yang besar dan kuat karena banyak produsen yang menggunakan listrik dari sumber yang tidak terbarukan.
- Listrik yang Digunakan untuk Pengisian
Mobil listrik tidak memerlukan bahan bakar fosil untuk beroperasi, namun sebagian listrik yang diproduksi saat ini berasal dari sumber daya tidak terbarukan, termasuk bahan bakar fosil. Studi di Inggris menemukan, setiap kWh listrik yang digunakan menghasilkan pelepasan 0,193 kg karbon dioksida ke atsmosfer, yang berarti sekitar 22,7g karbon dioksida dilepaskan untuk mengisi daya Tesla Model X. Artinya, pengisian daya mobil listrik tetap meninggalkan jejak karbon, meski tidak secara langsung.
- Baterai Kendaraan Listrik Perlu Ekstraksi Logam Langka
Salah satu kelemahan terbesar mobil listrik karena menggunakan baterai lithium-ion yang dihasilkan melalui tahap ekstraksi. Dalam prosesnya, ini akan berakibat pada kehilangan keanekaragaman hayati, emisi CO2, kontaminasi udara, dan hilangnya sumber daya air. MIT menyebut, setiap ton litium yang ditambang sama dengan 15 ton CO2 yang dilepaskan ke atmosfer, sehinga berkontribusi pada perubahan iklim.
- Emisi Rem dan Ban
Rem dan ban dari kendaraan menghasilkan emisi, terlepas itu bertenaga bahan bakar fosil atau bertenaga listrik. Emissions Analytics meyakini, emisi ban bisa 1.000 kali lebih buruk ketimbang emisi gas buang. Di sisi lain, ban mengandung berbagai karsinogen yang dapay mencemari air dan udara.
- Pembuangan Baterai Kendaraan Listrik
Mengingat banyak merek menggunakan baterai lithium-ion, proses pembuangannya menjadi perhatian lingkungan. Sebab, jika dibuang seperti sampah biasa, maka akan menimbulkan efek berbahaya bagi lingkungan.
Melihat kondisi ini, maka dapat disimpulkan, mobil listrik sama sekali tidak ramah lingkungan.