“Seorang pengamat yang dikualifikasi sebagai saksi mata, ketika diminta pendapatnya tentang yang dilihat pada saat peristiwa terjadi, maka akan mengungkap peristiwa itu namun yang diungkapkan adalah sudut pandangnya tentang peristiwa itu, kendati diusahakan pun yang muncul adalah pandangannya,” kata Dr. Kusuma.
Kini, diakuinya Resolusi Jihad setelah sempat ‘hilang’ selama 70 tahun dalam catatan sejarah Indonesia, menurut Dr. Kusuma, telah memberikan kekayaan dari data sejarah yang sebelumnya tak terungkap ke permukaan.
“Terdapat interpretasi baru yang memperkaya khazanah pengetahuan. Peristiwa ini bahkan terungkap tanpa harus merevisi sejarah.”
Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945, menurut Dr. Kusuma, jelas suatu peristiwa yang patut dianggap penting dan perlu diwarisi oleh generasi berikutnya.
“Dalam perspektif sejarah tematik, sejarah tentang Resolusi Jihad dapat diangkat sebagai sejarah pewarisan yang mempunyai suatu visi yang dapat membangun suatu generasi melalui semangat menggelorakan massa untuk meraih dan mempertahankan kemerdekaan ’45 dengan cara membangkitkan gairah keagamaannya,” pungkas Dr. Kusuma. [dmr]