Dibutuhkan biaya sekitar Rp300-400 juta setiap tahunnya untuk pengobatan thalasemia.
BARISAN.CO – Thalasemia relatif umum di Asia Tenggara, Asia Selatan, Timur Tengah, Afrika, dan keturunan Mediterania. Diperkirakan, 300 juta orang di seluruh dunia berisiko memiliki anak dengan beberapa bentuk thalasemia.
Lebih dari 1 juta orang memiliki thalasemia yang tidak bergantung pada transfusi, sementara lebih dari 100.000 orang memiliki thalasemia yang bergantung transfusi. Kesadaran yang buruk adalah salah satu alasan banyak orang yang tidak terdiagnosis hingga lama.
Banyak yang bahkan tidak mengetahui status mereka sebagai pembawa hingga secara tidak sengaja meneruskannya ke anak-anaknya. Padahal, biaya penyakit ini sangat mahal. Penyakit tidak menular inipun masuk dalam beban biaya rawat inap tertinggi setelah penyakit jantung, kanker, ginjal, dan stroke.
Di Indonesia, butuh biaya sekitar Rp300-400 juta setiap tahunnya untuk mendapatkan pengobatan optimal. Seiring bertambahnya usia pasien dan faktor komplikasi, biaya tersebut akan terus meningkat.
Oleh karena itu, untuk menghindari situasi tersebut, pasangan yang berencana menikah dan memiliki anak perlu melakukan tes skrining. Lokasi tes skrining ini bisa di penjaringan kesehatan anak sekolah dan Posbindu penyakit tidak menular (PTM). Adapun pasien juga dapat melakukan pemeriksaan lebih lanjut di puskemas dan rumah sakit.
Jika hanya ibu yang memiliki sifat thalasemia, maka dia dapat berisiko mengalami anemia di masa kehamilannya dan memerlukan kewaspadaan pada periose antenatal dan penatalaksanaan yang tepat sesuai tingkat keparahannya. Namun, ketika dua pembawa thalasemia menikah dan berencana memiliki anak, ada peluang satu dari empat untuk mewarisi thalasemia mayor.
Jika keduanya merupakan pembawa, mereka dapat memilih antara tidak memiliki anak atau mengikuti tes (amniosentesis) dalam 12 minggu pertama kehamilan guna mendeteksi anak dalam kandungan terpengaruh atau tidak. Jika itu terjadi, pilihannya melanjutkan atau mengakhiri kehamilan.
Pilihan Aborsi?
Namun, di Indonesia, menggugurkan kandungan bisa masuk ke dalam tindakan kriminal. Menurut studi Universitas Indonesia, terdapat pengecualian jika ada indikasi kedaruratan medis atau kehamilan akibat perkosaan.
Studi itu menyimpulkan, pengaturan mengenai aborsi atas indikasi kedaruratan medis mengakomodir kasus termenasi kehamilan terhadap janin pengidap thalasemia mayor setelah prenatal diagnosis, namun dokter boleh melakukan atau menolak mengambil tindakan tersebut.
Disebutkan juga, perlu adanya pengaturan lebih detail soal batasan usia kehamilan serta penyakit apa saja yang termasuk kedaruratan medis sebagai pengecualian diperbolehkannya tindakan aborsi di Indonesia.
Apabila memutuskan melanjutkan kehamilan, tim spesialis akan membantu perencanaan perawatan bagi dan kelahiran bayi, memberikan informasi dan nasihat tentang perawatan anak dengan thalasemia mayor, dan menawarkan tes skrining bercak darah bayi baru lahir. [dmr]