BARISAN.CO – Harga telur ayam kian tak terkendali dan semakin mahal. Di Jakarta harga terpantau antara Rp34.000 hingga Rp34.000 per kg. Kenaikan harga tersebut sangat dikeluhkan masyarakat, mengingat telur merupakan kebutuhan pokok.
Siti, warga Bogor mengeluhkan kenaikan harga telur di saat harga-harga yang lain juga naik. Akhirnya ia terpaksa mengurangi konsumsi telur yang ada.
“Kalau bisa harga telur turun, kasihan rakyat bawah, dulu harga telur paling mahal 24 ribu sekarang ada yang 32 ribu,” ujarnya, Senin (22/5/2023).
Penyebab Kenaikan Harga Telur
Sementara itu, Satgas Pangan Polri mengidentifikasi penyebab kenaikan harga telur ayam ras di sejumlah pasar berdasarkan hasil pemantauan di beberapa wilayah.
“Ada beberapa penyebab meningkatnya harga telur ayam ras,” kata Kepala Satgas Pangan Pusat Brigjen Pol. Whisnu Hermawan, dikutip Antara, Jakarta, Senin (22/5/2023).
Penyebab pertama, katanya, kenaikan harga disebabkan adanya kelangkaan bahan baku pakan ternak, khususnya ayam petelur. Kondisi itu menyebabkan harga pakan ayam yang tinggi mencapai Rp8.500 sampai Rp8.700 per kilogram.
Menurut Whisnu, tingginya harga pakan merupakan refleksi dari harga bahan baku pakan, sehingga menyebabkan tidak semua peternak ayam petelur dapat membeli pakan ternak.
“Sebagian peternak ayam petelur memilih untuk tutup dan peternak ayam petelur yang sanggup membeli pakan akan menaikkan biaya produksinya,” jelasnya.
Kedua, biaya transportasi atau angkutan distribusi telur dari daerah penghasil telur ke daerah yang belum memiliki kemampuan mencukupi kebutuhan telur cukup mahal.
“Beberapa daerah belum bisa mencukupi kebutuhan telur ayam ras di daerahnya, sehingga masih supply dari daerah lain,” tambahnya.
Ketiga, permintaan kebutuhan masyarakat akan telur ayam ras cukup tinggi, salah satunya untuk program pencegahan stunting yang dilakukan Pemerintah.
“Adanya bantuan sosial dan kebijakan dari Badan Pangan terkait stunting,” katanya.
Solusi Pengendalian Harga
Satgas Pangan Polri terus berupaya mencari solusi untuk mengendalikan harga serta ketersediaan telur ayam ras di masyarakat.
Solusi tersebut antara lain berkoordinasi dengan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri dan instansi terkait untuk mempercepat realisasi importasi bahan baku pakan ternak karena terbatasnya stok dalam negeri.
“Satgas Pangan turun langsung ke para distributor dan sentra pasar untuk mengecek stabilitas harga dalam rangka menjaga kestabilan bahan pakan ternak, terutama jagung dan bahan pakan yang berasal dari impor,” jelasnya.
Kemudian, Satgas Pangan Polri juga berkoordinasi dengan pemerintah daerah dan instansi terkait untuk memastikan kelancaran distribusi transportasi atau angkut terhadap bahan pakan ternak ke peternakan dan peternak ayam petelur ke konsumen.
“Satgas Pangan berupaya memangkas rantai distribusi yang bertujuan untuk mengurangi margin harga, sehingga harga di tingkat konsumen stabil sesuai dengan harga acuan yang ditetapkan oleh pemerintah,” ujar Whisnu.
Menyitir dari laman Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS) Nasional, kenaikan harga telur banyak terjadi di wilayah Indonesia timur. Di bawah posisi Maluku, kenaikan harga telur tertinggi terjadi di Papua Barat, yaitu menjadi Rp 38.050 per kilogram. Kemudian di Papua Rp 37.100 per kilogram.