Provinsi kedua dengan sumber daya dan cadangan emas terbesar di Indonesia, justru tingkat kemiskinan di Papua paling tinggi dibandingkan provinsi lain.
BARISAN.CO – Indonesia kaya sumber daya alam termasuk emas. Cadangan emas yang dimiliki negeri ini sangat berlimpah. Bahkan, pada tahun 2021, Indonesia menjadi negara ke-9 yang memproduksi emas terbesar di dunia yakni sebesar 117,5 ton, menurut Gold.org.
Sementara, Papua merupakan provinsi kedua dengan sumber daya dan cadangan emas terbesar di Indonesia.
Presiden kedua RI, Soeharto memberikan izin Freeport untuk mengeruk tambang emas di Papua. Setidaknya, sejak tahun 1970, Freeport telah mengeruk sekitar 1,7 miliar ton. Diprediksi, tahun 2054, cadangan emas di Papua akan habis.
Namun sayangnya, tingkat kemiskinannya paling tinggi dibandingkan provinsi lain dengan persentase mencapai 26,80 persen atau 936.000 penduduk.
Kontrak Karya (KK) Freeport seharusnya telah berakhir pada 2021 lalu. Namun, Pemerintah Indonesia memperpanjang kontrak operasi tersebut hingga 2041 setelah Freeport setuju memenuhi empat perubahan status KK menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).
Ekploitasi terus-menerus memiliki konsekuensi jangka panjang bukan hanya bagi sumber daya alam itu sendiri, namun juga manusia dan lingkungan.
Kejahatan Lingkungan PT Freeport Indonesia
Keberadaan PT Freeport Indonesia telah merusak lingkungan. Limbah tailing yang berasal dari sisa proses pengolahan hasil tambangnya merusak sungai-sungai di kawasan Mimika. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menemukan 31 temuan pelanggaran terkait AMDAL/RKL-RPL, Izin LIngkungan, 5 temuan pelanggaran pencemaran udara dan 7 temuan pelanggaran pengolahan limbah dan B3 di tahun 2018.
Sedangkan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam auditnya di tahun 2017 mengungkapkan, PT Freeport Indonesia menimbulkan kerugian sebesar Rp185 triliun akibat pembuangan limbah tailing.
Namun sebenarnya, yang lebih mengejutkan bahwa Freeport sebenarnya telah membuang limbah tambang ke area hulu Sungai Ajkwa sejak tahun 1995.
Kini, lebih dari 6.000 masyarakat Papua terdampak limbah tersebut. Bibit penyakit pun telah menyebar. Dikutip dari Betahita, Adolfina Kuum mempertanyakan ketidakberdayaan negara terhadap berbagai kejahatan Freeport atas warga dan lingkungan di sana.
“Pemerintah dan Freeport telah mencuri kekayaan orang Papua. Sementara, kejahatan yang dilakukan perusahaan tak pernah dilakukan pemulihan dan ganti rugi atas segala kerusakan,” katanya.
Kepala Divisi Hukum Jatam, M. Jamil menyebut, kejadian yang berlangsung di Papua saat ini jelas-jelas menunjukkan pembangan oleh korporasi-negara secara terang-terangan terhadap konstitusi Undang-Undang Dasar 1945.
Penambangan Emas dan Perubahan Iklim
Dalam studi yang dilakukan oleh para peneliti di Smith School of Enterprise and the Environment, University of Oxford telah menyerukan diakhirinya penambangan emas dalam sebuah makalah akademis yang diterbitkan dalam Environmental Research Letters. Seruan itu dilakukan karena emas daur ulang akan cukup untuk layanan dan produk esensial terbatas yang disediakan oleh logam tersebut.
Penelitian ini menyoroti bagaimana jejak karbon dari industri emas global terdiri dari 0,3% emisi global, sementara 38% emisi merkuri global dari aktivitas manusia (yang dapat menyebabkan masalah neurologis yang parah) berasal dari kecil- skala pertambangan emas di selatan global.
Jejak air penambangan emas juga sangat besar, dengan satu kilogram emas membutuhkan rata-rata 265.000 liter air untuk diproduksi. Dan meskipun logam tersebut telah digunakan dalam teknologi, hanya 8% secara global yang digunakan untuk tujuan ini, sementara 92% setiap tahun dibuat menjadi perhiasan atau disimpan di brankas bank.
Menjelang Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024, suasana politik telah mulai memanas. Saat ini telah ada tiga nama bacapres (bakal calon Presiden) yang akan berlaga, antara lain ada Prabowo Subianto, Anies Baswedan, dan Ganjar Pranowo.
Dari ketiga nama bacapres tersebut, tentu diharapkan akan membawa angin segar bagi masyarakat Papua terutama di tengah kejahatan lingkungan yang dilakukan oleh Freeport selama bertahun-tahun?
Akankah Presiden terpilih nantinya mampu unjuk gigi menjatuhkan hukuman tegas untuk Freeport dan menghadirkan keadilan bagi masyarakat Papua?