DALAM sepekan ini headline nasional “dibajak” oleh Profesor Denny Indrayana. Wakil Menteri Hukum dan HAM zaman Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono ini membuat penguasa bersuara lantang untuk menanggapinya.
Denny yang berbicara dari Melbourne, Australia mengeluarkan pernyataan yang kontroversial kira-kira kalimatnya seperti ini, “MK akan memutuskan sistem pemilu tertutup.” Denny mengaku mendapatkan informasi dari seseorang yang diakui kredibilitasnya.
Namun, belakangan pernyataan Denny tersebut ditanggapi secara liar oleh Menko Polhukam Mahfud MD dan juga kelompok pendukung Pemerintah. Bahkan Mahfud minta polisi memeriksa Denny atau kasarnya ditangkap.
“Info dari Denny ini jadi preseden buruk, bisa dikategorikan pembocoran rahasia negara. Polisi harus selidiki info A1 yang katanya menjadi sumber Denny agar tak jadi spekulasi yang mengandung fitnah,” cuit Mahfud di akun Twitternya seperti dikutip Tempo, Senin, 29 Mei 2023.
Bukan Kompresor
Tentu Denny bukan jenis profesor yang bersuara seperti kompresor. Denny adalah profesor asli. Bukan abal-abal. Pernyataannya tentang Mahkamah Konstitusi akan memutuskan sistem pemilu legislatif kembali menjadi proporsional tertutup, bukan pernyataan sembarangan.
Dalam surat tanggapan atas kontroversi pernyataannya, Denny menulis sangat panjang. Dalam surat berkop Integrity Indrayana Center for Government Constitution and Society menulis, “Sebagai akademisi sekaligus praktisi – guru besar Hukum Tata Negara dan advokat yang berpraktik tidak hanya di Jakarta (Indonesia) tapi juga Melbourne (Australia), insya Allah saya paham betul untuk tidak masuk ke dalam wilayah delik hukum pidana ataupun pelanggaran etika. Kantor hukum kami sengaja bernama INTEGRITY, dimaksudkan sebagai pengingat kepada kami, untuk terus menjaga integritas dan moralitas.”
Denny kemudian menambahkan, “Saya bisa tegaskan tidak ada pembocoran rahasia negara, dalam pesan yang saya sampaikan kepada publik.”
Menurut Denny, rahasia putusan Mahkamah Konstitusi tentu ada di MK. “Sedangkan, informasi yang saya dapat, bukan dari lingkungan MK, bukan dari hakim konstitusi, ataupun elemen lain di MK. Ini perlu saya tegaskan, supaya tidak ada langkah mubazir melakukan pemeriksaan di lingkungan MK, padahal informasi yang saya dapat bukan dari pihak-pihak di MK,” tegasnya.
Memang pernyataan Denny sangat cerdas. Diksi yang dipilih sangat presisi. Kata dan frasa yang dipilih sangat berkelas, tidak seperti profesor yang selevel kompresor atau doktor yang nyambi jadi buzzer
Dalam pernyataannya Denny menyatakan tidak mengaku mendapatkan bocoran. “Tidak ada pula putusan yang bocor, karena kita semua tahu, memang belum ada putusannya. Saya menulis,… MK akan memutuskan. Masih akan, belum diputuskan,” tegasnya.
Selanjutnya Denny juga tidak menggunakan istilah generik yang selalu diucapkan pengamat kelas medioker “informasi dari A1”. Istilah itu tidak digunakan Denny. Istilah “A1” justru frasa yang digunakan dalam cuitan Menkopoihukam Mahfud MD.
“Karena, info A1 mengandung makna informasi rahasia, seringkali dari intelijen. Saya menggunakan frasa informasi dari ‘Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya’. Informasi yang saya terima tentu sangat kredibel, dan karenanya patut dipercaya, karena itu pula saya putuskan untuk melanjutkannya kepada khalayak luas sebagai bentuk public control (pengawasan publik),” katanya.
Tujuannya, kata Denny, agar MK hati-hati dalam memutus perkara yang sangat penting dan strategis tersebut,” kata Denny.
“Ingat, putusan MK bersifat langsung mengikat dan tidak ada upaya hukum lain sama sekali (final and binding). Karena itu ruang untuk menjaga MK, agar memutus dengan cermat, tepat dan bijak, hanyalah sebelum putusan dibacakan di hadapan sidang terbuka Mahkamah,” terang Denny.
Intelektual Stupid Dog versus Watch Dog
Dari penjelasan Denny tersebut, justru yang tidak cermat dan buru-buru dalam komentar adalah para intelektual di lingkungan Istana. Jelas, pernyataan Denny tersebut sebagai peringatan kepada Majelis Hakim MK, partai politik dan juga masyarakat agar waspada dan terus memperhatikan kemungkinan yang akan terjadi.
Karena bukan tidak mungkin, keputusan MK serta keputusan Mahkamah Agung terkait Peninjauan Kembali Sengketa Partai Demokrat akan memicu goncangan politik yang merembet pada goncangan sosial di masyarakat.
Para intelektual justru harus seperti Denny, sebagai lonceng pengingat. Bukan ikut menari dalam gendang dan langgam Pemerintah.
Kasihan di negeri ini bila intelektualnya bermental Circus Dog (anjing mainan) dan Stupid Dog (anjing bodoh). Profesor dan kaum cerdik pandai bersikap, berfungsi dan berlakulah seperti Watch Dog (anjing penjaga).