Momentum transisi ini sangat berpeluang besar bagi Golkar, dan PAN untuk membuat membuat poros ke-4 demi memperkuat ketahanan partai.
BARISAN.CO – Ekonom Senior Prof Didik J Rachbini mengatakan realitas politik berubah setelah PDIP dalam gerak cepat dan mendadak mengusung Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden dari PDIP.
“Sendiri dan secara mandiri PDIP dapat mengusung calon presiden sendiri. Dengan keputusan Megawati tersebut, tanpa konsultasi dengan Jokowi, kontroversi dan pertentangan pengusung Puan Maharahi dan pengusung Ganjar Pranowo selesai,” terang Didik kepada Barisan.co, Sabtu (27/05/2023).
Tetapi masalah baru muncul, menurut Didik kekuatan politik Jokowi dan PDIP bersaing dengan implikasi baru pada peta politik nasional dan mulai terjadi proses koalisi yang semakin mengerucut pada tiga calon dengan kakuatannya masing-masing.
Sementara lebih lanjut Didik menyampaikan faktor Jokowi menjadi faktor signifikan yang tidak biasanya karena dalam pilpres sebelumnya, presiden yang akan mundur tidak terlibat lansung dalam politik praktis mengarahkan calon presiden penerusnya.
“Presiden Habibie, Megawati dan SBY tidak cawe-cawe ikut masuk ke dalam politik praktis pilpres. Mereka memilih menjadi negarawan setelah masa jabatannya habis. Jokowi lain lagi, ikut terlibat dan parta-partai ingin mendapatkan manfaat dari dukungan politik Jokowi sehingga peta baru pilpres menjadi aneh dan berbeda dibandingkan lima tahun sebelumnya, tapi juga menarik bagi lainnya,” jelasnya.
Tetapi kemudian Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang kecenderungannya akan mengusung Ganjar Pranowo bersama Jokowi kehilangan angin dan secara mengejutkan mulai berbalik untuk mengusung Prabowo Subianto.
“Itu diperkuat oleh relawan Jokowi yang mencetuskan memilih Prabowo Subianto sebagai bakal calon presiden, yang akan mungkin diusung oleh Jokowi,” ujarnya.
Rektor Universitas Paramadina juga mensorot pertentangan dan perselisihan elit kemudian semakin meluas dan bahkan menjadi lebih keras dalam hal capres dan akan berlanjut semakin tegang saat kampanye dan saat pilpres nanti.
“Pilpres belum mulai tetapi ketegangan di lapangan sudah mulai panas karena banyak sekali upaya-upaya mengganjal Anies karena berseberangan dengan Jokowi. Itu terlihat dari Presiden tidak mengundang Nasdem ketika mengundang partai-partai politik yang dianggap koalisi di bawah Jokowi. Pertentangan yang keras telah terjadi antara Nasdem vs Jokowi selama beberapa bulan terakhir ini dan mungkin akan terus berlanjut ke depan,” terangnya.
Menurutnya pertentangan elit baru yang berikutnya terjadi selama beberapa minggu terakhir ini ketika Jokowi berseberangan dengan PDIP setelah mengusung Ganjar Pranowo secara tiba-tiba dan mendadak. Usana-usaha untuk menyatukan Ganjar dan Prabowo yang masih tahap awal bubar dan memang hampir tidak mungkin lagi sehingga secara rasional calon presiden nanti akan ada tiga pasangan.
“Semua ketiga calon presiden tersebut juga pusing dengan calon wakil presidennya masing-masing. Ini merupakan masalah tersendiri yang sangat mungkin akan terwujud last minutes, seperti Mahfud digantikan Ma’ruf Amin,” imbuhnya.