BARISAN.CO – Petugas kepolisian bentrok dengan warga Dago Elos di Jalan Dago, Kota Bandung, pada Senin malam (14/8/2023). Warga dilaporkan mengalami tindakan kekerasan dari petugas. Bahkan, warga dilempari gas air mata.
Beredar video rekaman CCTV yang memperlihatkan polisi yang masuk ke dalam rumah warga dan melakukan perusakan.
Polisi-polisi itu mendobrak dan juga menggebrak pintu warga sambil berteriak-teriak. Di dalam rumah, ada anak kecil yang terbangun dari tidurnya.
Berdasarkan data tim advokasi, terjadi pemukulan, intimidasi verbal, hingga tindakan provokatif oleh kepolisian. Polisi juga menangkap kubu warga secara acak, salah satunya kuasa hukum, dengan dalih provokator.
Seorang wartawan yang bertugas juga menjadi korban pemukulan. Padahal, warga sudah mundur dan semakin mendekat ke rumah masing-masing.
Awal Mula Kericuhan
Kejadian berawal dari pelaporan warga atas dugaan tindakan jahat yang dilakukan ketiga anggota Muller, yang mengklaim mewarisi 3 sertifikat eigendom verponding dari kakeknya, George Hendrik Muller, ke Polrestabes Bandung pada Senin, pukul 10.48 WIB.
Tim Advokasi Dago Elos menceritakan, sekitar 11.30 WIB, 4 warga pelapor bersama 7 kuasa hukum memasuki Ruang SPKT untuk mendaftarkan pelaporan.
Warga disambut Kasat Reskrim, AKBP Agah Sonjaya; Kanit Ekonomi, Iptu Dewa; dan penyidik, Yudhis. Di Mapolrestabes Bandung, Kasat Reskrim tidak memenuhi permintaan warga dan kuasa hukunya agar dibuatkan berita acara pemeriksaan (BAP), tetapi berita acara wawancara (BAW). BAW bukanlah dokumen pro justicia.
Pada malam hari, sekitar pukul 19.00 WIB, Polrestabes Bandung yang diwakili Agah, Dewa, dan Yudhis memanggil warga Dago Elos dan kuasa hukumnya ke Aula Reskrim Polrestabes. Dalam kesempatan itu, kepolisian menyampaikan bahwa laporan tidak diterima dengan kilah pelapor tak memiliki sertifikat tanah sehingga tidak punya dasar hukum membuat laporan.
“Warga dan kuasa hukum akhirnya memutuskan untuk walk out [dari pertemuan di Aula Reskrim Polrestabes],” demikian tulis Tim Advokasi Dago Elos dalam keterangannya, Selasa (15/8/2023).
Selanjutnya, seorang kuasa hukum, Rizky Ramdhani, menyampaikan kepada warga yang menunggu di depan Mapolrestabes Bandung tentang sikap kepolisian atas laporan siang tadi.
Seorang warga pun kecewa dengan sikap polisi. Ia langsung memasuki aula dan menuntut Kasat Reskrim Polrestabes Bandung menyampaikan langsung sikapnya kepada warga atas ditolaknya laporan tersebut. Kemudian, warga itu dijemput seorang pendamping hukum agar kembali ke barisan warga di depan Mapolrestabes Bandung.
“Tepat setelah keluar gerbang Polrestabes, warga yang didampingi kuasa hukum menerima tindakan kekerasan verbal oleh salah satu anggota polisi bernama Rustandi. Warga tersebut diteriaki, ‘Gara-gara kalian jadi begini. Anjing!'” ungkap tim advokasi.
Selain dihina, seorang anggota polisi juga memukul warga Dago Elos yang melakukan protes di depan Mapolrestabes Bandung. Seorang kuasa hukum yang berusaha menjemput warga yang masuk ke Mapolrestabes pun dicekik lehernya oleh seorang polisi.
Pada pukul 20.00 WIB, rombongan warga meninggalkan Mapolrestabes. Sekitar 58 menit berselang, warga tiba di wilayah Terminal Dago, melakukan koordinasi dan meluapkan kekecewaannya dengan memblokade jalan sementara di permukiman.
Nyaris sejam kemudian, unit antihuru-hara kepolisian tiba di permukiman. Warga mencoba melakukan negosiasi. Seorang personel Polda Jabar, Ardiansyah, ditugaskan sebagai negosiator.
“Proses negosiasi masih berlanjut dan menghasilkan kesepakatan bahwa proses pelaporan akan dilakukan dan dipastikan laporan warga diterima dengan cara mendatangkan pelapor dan kuasa hukum ke Polrestabes dengan syarat disepakati oleh warga untuk membuka blokade jalan secara bertahap,” tutur tim advokasi.
Sekitar pukul 22.45 WIB, pelapor bersama kuasa hukum bersiap kembali ke Mapolrestabes Bandung untuk melaporkan Muller bersaudara. Nahas, lima menit berselang, gas air mata dilontarkan kepolisian yang menggunakan motor ke arah belakang barisan warga di ruas Jalan Dago. Bentrokan pun tak terhindarkan pada pukul 23.05 WIB.
“Pada saat bentrokan terjadi, warga mencoba untuk megamankan diri karena banyaknya masa ibu-ibu dan anak kecil. Pada saat proses warga melakukan evakuasi, aparat kepolisian merangsek masuk disertai lemparan gas air mata beruntun,” bebernya.
Lima belas menit berselang, kepolisian menambah kekuatan serangan kepada warga Dago Elos dengan mengerahkan water canon. Kilahnya, membubarkan warga yang masih tercecer.
Selanjutnya, pukul 23.30 WIB, warga berupaya membela diri dengan memblokade akses masuk permukiman. Namun, kepolisian merangsek masuk hingga ke tengah-tengah tempat tinggal, termasuk gang-gang yang ada, secara represif.
“Tidak sampai di situ,” lanjut tim advokasi, “aparat kepolisian pun berulang kali melontarkan gas air mata hingga masuk halaman rumah warga dan berdampak kepada balita yang mendiami rumah tersebut.”
Aparat kepolisian pun mencoba mendobrak rumah-rumah warga dan men-sweeping warga-warga yang melakukan aksi,” imbuhnya.
Putusan MA Soal Sengketa Tanah Dago Elos
Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller, dan Pipin Sandepi Muller, cucu dari George Henrik Muller menggugat tanah yang menjadi tempat tinggal ribuan warga selama puluhan tahun sebagai hak waris dengan menggunakan surat Eigendom Verponding, surat kepemilikan lahan di era Hindia Belanda yang dimiliki George Henrik Muller.
Sengketa tanah di Dago Elos dapat ditelusuri dari putusan Peninjauan Kembali (PK) Mahkamah Agung (MA) yang terbit pada 2023. Putusan nomor 109/PK/Pdt/2022 tersebut mengabulkan para penggugat, yaitu Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller, Pipin Sandepi Muller, dan PT Dago Intigraha (Jo Budi Hartanto).
Mereka berhak atas kepemilikan tanah-tanah negara bekas Eigendom Verponding nomor 3740, 3741, dan 3742 yang diperkarakan. Sebidang tanah negara bekas Eigendom Verponding nomor 3740 seluas 5.316 meter persegi yang terletak di Kecamatan Coblong, Kelurahan Dago, blok Acte Van Eigendom atas nama George Henrik Muller yang dikeluarkan oleh Raad van Justitie Bandoeng Nomor 893/1934.
Sebidang tanah bekas Eigendom Verponding nomor 3741 seluas 13.460 meter persegi yang terletak di Kecamatan Coblong, Kelurahan Dago, blok Acte Van Eigendom atas nama George Henrik Muller yang dikeluarkan oleh Raad van Justitie Bandoeng Nomor 892/1934.
Sebidang tanah bekas Eigendom Verponding nomor 3742 seluas 44,780 meter persegi yang terletak di Kecamatan Coblong, Kelurahan Dago, blok Acte Van Eigendom atas nama George Henrik Muller yang dikeluarkan oleh Raad van Justitie Bandoeng Nomor 891/1934.
“Mengabulkan gugatan penggugat untuk seluruhnya. Menyatakan sah menurut hukum Penetapan Pengadilan Agama Kelas I A Cimahi Nomor 687/Pdt.P/2013, tanggal 23 Januari 2014 yang telah menetapkan antara lain, Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller, Pipin Sandepi Muller adalah ahli waris yang sah dari Eduar Muller. Menetapkan Edi Eduard Muller adalah ahli waris George Henrik Muller. Menetapkan George Henrik Muller adalah ahli waris Hendrikus Wilhelmus Muller,” demikian kutipan salinan putusan tersebut.
Heri Hermawan Muller, Dodi Rustendi Muller, Pipin Sandepi Muller mengklaim tanah warga dengan Eigendom Verponding, bukti kepemilikan lahan era Hindia Belanda, yang diwariskan kakek mereka, George Henrik Muller. Bahkan, hak kepemilikan tanah telah dioper kepada PT Dago Inti Graha pada 2016 lalu.
“Menyatakan bahwa tidak sah atau tidak mempunyai kekuatan hukum sertifikat maupun segala surat beserta semua turunannya yang dikeluarkan Kantor Kelurahan Dago, Kecamatan Coblong, Pemerintah Kota Bandung, Kantor Pertanahan Kota Bandung, yang menyangkut atau menyebutkan tanah-tanah yang berasal dari bekas hak barat Eigendom Verpondings nomor 3740,3741, dan 3742,” demikian bunyi Putusan PK dari MA itu. [rif]