Jumlah pengangguran masih belum lebih baik dibanding masa sebelum pandemi COVID-19.
BARISAN.CO – Badan Pusat Statistik mencatat angkatan kerja pada Februari 2023 mencapai 146,62 juta orang. Dari jumlah itu, sebanyak 7,99 juta orang tercatat berstatus menganggur.
Data tersebut disampaikan BPS pada Jumat siang (5/5/2023). BPS menyertakan narasi bahwa, dalam setahun terakhir, jumlah penganggur berhasil turun sebanyak 410 ribu orang dan Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) turun sebesar 0,38 persen.
Perbandingan jumlah pengangguran tahun ini dengan tahun sebelumnya memang tercatat lebih baik. Namun dilihat dari masa sebelum COVID-19, jumlah pengangguran belum bisa dikatakan demikian.
Awalil Rizky, Ekonom Senior Bright Institute yang dihubungi Barisanco mengatakan, data BPS terbaru justru mengindikasikan kondisi ketenagakerjaan yang belum sepenuhnya pulih.
“Jumlah pengangguran dan TPT memang menurun pada Februari 2023 dibanding setahun sebelumnya. Namun, belum kembali ke kondisi sebelum pandemi. Jumlah penganggur tercatat hanya sebesar 6,93 juta orang dengan TPT sebesar 4,94 persen pada Februari 2020,” kata Awalil, Sabtu (6/5/2023).
Beberapa informasi ketenagakerjaan lainnya dari BPS, kata Awalil, memperkuat indikasi belum pulihnya kondisi antara lain tentang jumlah pekerja di sektor pertanian yang justru masih terus bertambah.
Menurutnya, sektor pertanian berperan penting menjadi penampung akibat tidak terserap oleh sektor lain. Banyak orang ‘terpaksa’ bertani semasa pandemi, dan harus terpaksa bertani sampai sekarang. Tercatat, sektor pertanian menampung setidaknya 40,69 juta pekerja pada tahun 2023.
Tingginya Jumlah Pekerja Informal
BPS juga mengklasifikasi pekerjaan berdasarkan jenis kegiatan yakni formal dan informal. Data terbaru menunjukkan pekerja formal sebanyak 55,29 juta orang atau 39,88 persen dari total pekerja. Dan pekerja informal sebanyak 83,34 juta orang (60,12 persen).
Awalil mengatakan, tingginya jumlah pekerja informal adalah akibat langsung dari belum baiknya kualitas penciptaan lapangan kerja formal.
Pada umumnya, pekerjaan informal bukan merupakan pekerjaan yang dilakukan atas pilihan sendiri, tidak memberi upah yang dapat membiayai hidup diri dan keluarganya secara layak dan bermartabat; dan tidak cukup menjamin keselamatan fisik maupun psikologis.
“Penciptaan lapangan pekerjaan memang terus meningkat, namun pekerja dengan kegiatan informal masih mencapai 60,12 persen. Lebih banyak dibanding Februari 2020 yang hanya 56,64 persen. Artinya, lapangan pekerjaan yang tumbuh signifikan bukanlah kegiatan formal,” lanjut Awalil.
Secara lebih khusus, Awalil menyoroti pekerja keluarga, yang masuk dalam kategori pekerjaan informal. Mereka adalah orang yang tercatat telah bekerja, namun sebenarnya tidak dibayar atau tidak memperoleh upah.
Jumlah pekerja keluarga meningkat pesat saat awal pandemi, dari 17,41 juta orang pada Februari 2020 menjadi 19,18 juta orang dan masih terus bertambah menjadi 20,01 juta orang pada Februari 2023.
“Pekerja keluarga ini dalam kehidupan dan perbincangan sehari-hari serupa dengan pengangguran. Contohnya mereka yang membantu keluarganya bertani, berdagang, kegiatan produksi industri rumah tangga, dan semacamnya; meski tidak dibayar, BPS mencatatnya sebagai telah bekerja,” tambahnya.
Awalil menyarankan agar pemerintah memperhatikan fenomena dan kondisi ketenagakerjaan ini karena berkaitan langsung dengan pendapatan atau kesejahteraan mereka.
“Indikator ketenagakerjaan mestinya lebih diperhatikan dibanding pertumbuhan ekonomi. Jangan sampai menganggap perekonomian telah pulih sepenuhnya dengan mengglorifikasi capaian pertumbuhan ekonomi. Kondisi ketenagakerjaan jelas masih belum pulih saat ini,” tegas Awalil. [dmr]