Indonesia disebut-sebut sebagai “super power for geothermal” karena isi perutnya menyimpan 40% dari cadangan panas bumi dunia.
BARISAN.CO – Wakil Presiden RI Ma’ruf Amin memperkirakan target pemasangan pembangkit listrik tenaga panas bumi (PLTP) akan mencapai sebesar 22 Gigawatt (GW) pada tahun 2060. Dia optimistis itu bisa tercapai karena pemerintah telah berkomitmen mendukung pengembangan energi panas bumi tersebut.
Perhitungan Ma’ruf Amin bisa jadi meleset. Potensi panas bumi di Indonesia mencapai 29 GW menurut Badan Geologi. Hari ini penggunaan panas bumi hanya sekitar 2,7 GW. Sementara itu, rata-rata pertumbuhan panas bumi terpasang per tahunnya hanya sekitar 40 MW.
Dengan manajemen negara seperti sekarang, ucapan Ma’ruf seperti menggantang asap. Tetapi, optimisme memang harus terus menyala.
Ma’ruf kemudian mengatakan dukungan pengembangan panas bumi yang dilakukan pemerintah salah satunya melalui penyediaan skema bisnis yang lebih menjanjikan dan pengembangan inovasi teknologi yang lebih terjangkau.
“Dengan dukungan ini, kami optimis dan diharapkan pada 2060 kapasitas pembangkit peanas bumi di Indonesia bisa mencapai 22 GW,” ujar Ma’ruf di Jakarta Convention Center, Rabu (20/9/2023) kemarin.
Wakil presiden berharap, keberadaan pembangkit panas bumi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dalam pembangunan infrastruktur dan meningkatkan pendapatan masyarakat.
Dia meminta pemerintah daerah dan pengembang bekerja sama dalam memaksimalkan potensi panas bumi.
Tantangan Indonesia
Atas potensinya yang besar, Indonesia disebut-sebut sebagai “super power for geothermal” karena isi perutnya menyimpan 40% dari cadangan panas bumi dunia.
Tantangan utama dalam pengembangan energi panas bumi adalah risiko pada tahap eksplorasi, terutama karena lokasi sumber panas bumi cenderung berada di pegunungan atau daerah terpencil, dan ini jelas meningkatkan biaya infrastruktur.
Biaya pengembangan panas bumi dari hulu ke hilir juga tinggi, sekitar US$4 juta hingga US$6 juta per MW, mengakibatkan tarif perjanjian jual beli listrik yang cukup mahal, sekitar 10 cent/KwH.
Biaya pokok itu sulit untuk memenuhi biaya keekonomian PLN. Apalagi, biaya pokok tersebut gagal bersaing dengan batu bara yang biaya pokoknya hanya ada di kisaran 5-7 cent/KwH.
Diperlukan dukungan fiskal yang memadai dari pemerintah untuk mengembangkan energi panas bumi. Negara-negara sukses seperti Selandia Baru, Turki, dan Kenya memiliki pendekatan di mana eksplorasi dilakukan oleh pemerintah dan pengusaha bertanggung jawab pada tahapan berikutnya.
Energi panas bumi dan energi terbarukan umumnya perlu mendapatkan dukungan fiskal yang memadai, sementara energi kotor seperti batu bara harus segera ditinggal. Oleh karena itu, penting bagi pemerintah Indonesia untuk memberikan stimulus dan subsidi kepada energi terbarukan agar memiliki harga jual yang kompetitif dan mencapai target bauran energi terbarukan. [dmr]