Scroll untuk baca artikel
Berita

Film “Seribu Bayang Purnama” Tayang 3 Juli 2025: Kisah Perjuangan Petani dari Desa Ke Layar Kaca

×

Film “Seribu Bayang Purnama” Tayang 3 Juli 2025: Kisah Perjuangan Petani dari Desa Ke Layar Kaca

Sebarkan artikel ini
seribu bayang purnama
Film Seribu Bayang Purnama

Namun, apakah cinta mereka cukup kuat untuk melawan struktur ekonomi yang menindas dan tradisi yang membelenggu?

Dari Inspirasi Nyata, Menuju Gerakan Sinema

Film ini terinspirasi dari kisah nyata seorang petani muda di Nusa Tenggara Timur (NTT) yang sukses mengembangkan metode pertanian alami dan mengentaskan banyak petani dari kemiskinan struktural.

Sosok tersebut adalah bagian dari gerakan yang digagas Joao Mota, produser eksekutif film ini sekaligus aktivis pertanian alami. Joao hadir dengan ide cerita dan mendorong lahirnya film ini sebagai bentuk kampanye sosial lewat seni film.

Tak tanggung-tanggung, seluruh keuntungan penjualan tiket film ini akan digunakan untuk program pemberdayaan petani. Ini menjadikan Seribu Bayang Purnama bukan hanya film fiksi inspiratif, tapi juga alat nyata perubahan sosial.

Sebuah Film Pertanian Organik

Film produksi Baraka Film ini menandai tonggak penting dalam sejarah sinema nasional. Untuk pertama kalinya, pertanian organik menjadi tema utama film layar lebar.

Bukan sebagai latar belakang romantisasi kehidupan desa semata, melainkan sebagai inti persoalan yang disorot tajam dan humanis.

Penonton akan diajak menyelami realitas pahit para petani, mulai dari sulitnya akses modal, tekanan pasar, hingga intimidasi dari pihak-pihak berkepentingan.

Tapi film ini tidak semata menyuguhkan penderitaan. Ia juga menawarkan jalan keluar, semangat kemandirian, inovasi, dan solidaritas warga desa yang ingin berdaulat atas pangan dan lahannya sendiri.

Judul film ini bukan sekadar metafora puitik. “Seribu Bayang Purnama” adalah simbol dari seribu harapan, seribu petani baru, dan seribu cahaya yang muncul dari sosok Putro.

Ia bukan tokoh tunggal, melainkan representasi semangat kolektif, bahwa satu langkah kecil bisa menggerakkan ribuan perubahan di pedesaan.

Putro hadir sebagai petani bukan karena terpaksa, tapi karena pilihan. Pilihan yang lahir dari kesadaran bahwa masa depan bangsa ini, terutama soal ketahanan pangan, bergantung pada seberapa besar perhatian kita terhadap nasib petani.

Dibuat dengan teknik sinematografi mumpuni, film ini menyuguhkan visual indah yang menyejukkan mata dan merangsang hati.

Panorama sawah hijau, embun pagi di pematang, suara jangkrik malam, dan sinar purnama yang menari di atas daun padi, semuanya menyatu dalam puisi gambar yang memuliakan desa dan kehidupan di dalamnya.

Dengan skenario yang kuat, akting yang memukau, serta pesan moral yang menggugah, “Seribu Bayang Purnama” adalah film yang akan terus bergema setelah lampu bioskop padam.