Teori tabula rasa adalah teori yang memandang bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan seperti kertas putih.
BARISAN.CO – Teori Tabula Rasa merupakan teori yang paling dikenal atas pemikiran filusuf John Locke. Teori tersebut acapkali dikutip dalam pemikiran bidang pendidikan.
Teori tabula rasa adalah teori yang memandang bahwa manusia dilahirkan dalam keadaan seperti kertas putih. Seluruh pengetahuan manusia bersumber dari pengalaman, baik pengalaman dari alat indra maupun refleksi jiwa.
Jadi pengetahuan menurut John Locke memiliki dua sumber yakni dari pengindraan dan refleksi. Pengetahuan indra berhubungan langsung dengan pengalaman lahiriah, sedangkan refleksi berhubungan dengan pengalaman batin atau jiwa.
Teori yang dikembangkan John Locke tentang bahwa manusia lahir dalam keadaan putih bersih dan suci, seperti konsep manusia dalam agama Islam bahwasanya manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah atau suci.
Konsep fitrah dalam agama Islam memaknai fitah yang berasal dari kata fatara yang berari sepadan dengan kata khalaq dan ansya’a yang artinya mencipta. Sedangkan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, fitrah artinya sifat asal, kesucian, pembawaan dan potensi.
Jadi fitrah adalah kesucian atau sifat yang dibawa sejak lahir dan menjadi potensi manusia yang digunakan untuk kelangsungan hidup di dunia, dengan potensi tersebut agar manusia mampu mengatasi problem yang terjadi dalam kehidupannya.
Adapun dalil atau dasar teori fitrah dalam pendidikan Islam, sebagaimana hadis yang diriwayatkan Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah Saw bersabda:
كُلُّ مَوْلُودٍ يُولَدُ عَلَى الْفِطْرَةِ
Artinya: “Setiap anak dilahirkan dalam fitrahnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Makna yang terkandung dalam hadis di atas yakni bahwasanya manusia dilahirkan dalam keadaan fitrah atau suci. Sebagaimana teori tabulara rasa John Locke, manusia diibaratkan dengan kertas putih.
Kata fitrah juga tertulis dalam Al-Qur’an surah Ar-Rum ayat 30. Allah Swt berfirman:
فَأَقِمْ وَجْهَكَ لِلدِّينِ حَنِيفًا ۚ فِطْرَتَ ٱللَّهِ ٱلَّتِى فَطَرَ ٱلنَّاسَ عَلَيْهَا ۚ لَا تَبْدِيلَ لِخَلْقِ ٱللَّهِ ۚ ذَٰلِكَ ٱلدِّينُ ٱلْقَيِّمُ وَلَٰكِنَّ أَكْثَرَ ٱلنَّاسِ لَا يَعْلَمُونَ
Artinya: “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar-Rum: 30).
Dalam konteks pendidikan melalui teori tabularasa, untuk mengisi kertas kosong tersebut dianjurkan melakukan pengamatan gejala-gejala psikis. Melalui pengalaman inderawi dan refleksi inilah kertas putih dan kosong tersebut diisi.
Inilah yang disebut pengalaman inderawi dan refleksi, kemudian diolah menjadi sumber informasi dan diolah menjadi pengetahuan.
John Locke lebih mengutamakan pendidikan di rumah atau keluarga daripada disekolah. Menurutnya pendidikan rumah memberikan kesempatakan untuk mengenal lebih dekat kepribadian anak.
Sementara, dalam perspektif pendidikan Islam, teori fitrah manusia dimaknai dengan sejumlah potensi yang menyangkut kekuatan-kekuatan manusia. Kekuatan tersebut harus dikembangkan, sebab merupakan potensi dasar yang terpendam.
Bila potensi tersebut dibiarkan terus menerus maka potensi itu akan statis dan tidak berkembang walaupun ia telah memasuki usia yang panjang. Potensi dalam konsep fitrah, ada beragam seperti fitrah keberagamaan maupun fitrah berupa potensi dan bakat yang dibawa sejak lahir. [Luk]