Scroll untuk baca artikel
Berita

Hentikan Dominasi Industri Rokok: IYCTC Dukung Aturan Pelaksana PP No. 28 Tahun 2024

Redaksi
×

Hentikan Dominasi Industri Rokok: IYCTC Dukung Aturan Pelaksana PP No. 28 Tahun 2024

Sebarkan artikel ini
IYCTC industri rokok
Ilustrasi foto/Pexels.com

Jalannya Public Hearing menghadirkan perdebatan sengit antara pihak-pihak yang mendukung kesehatan publik dan industri rokok yang merasa dirugikan.

Industri rokok mengungkapkan kekhawatirannya bahwa standarisasi kemasan akan meningkatkan peredaran rokok ilegal. Mereka juga menyuarakan bahwa regulasi ketat terhadap rokok elektronik dapat menekan inovasi di industri tembakau.

Namun, IYCTC menanggapi kekhawatiran ini dengan pendekatan berbasis bukti.

“Rokok ilegal lebih berkaitan dengan lemahnya pengawasan dan penegakan hukum, bukan dengan standarisasi kemasan,” jelas Nalsali Ginting, Advocacy Officer IYCTC, Jumat (13/09/2024) kepada Barisan.co.

IYCTC merujuk pada studi di negara-negara lain seperti Australia, yang menunjukkan bahwa aturan kemasan standar tidak menyebabkan peningkatan peredaran rokok ilegal. Bahkan, riset WHO dan World Bank menemukan bahwa peredaran rokok ilegal di Indonesia relatif rendah, di bawah 7%.

Investigasi yang dilakukan oleh media Kompas pada 11 September 2024 juga mengungkapkan bahwa sebagian besar rokok ilegal yang beredar di Indonesia diduga kuat diproduksi oleh pabrik rokok berizin.

Penelitian lain menunjukkan bahwa tanaman cengkeh, yang sering dikaitkan dengan industri tembakau, sebenarnya memiliki potensi lain dalam industri farmasi dan kosmetik melalui produksi minyak cengkeh.

Hal ini membuka peluang bagi petani cengkeh untuk diversifikasi produk mereka, sehingga ketergantungan pada industri tembakau dapat dikurangi.

Rokok Elektronik: Ancaman Baru bagi Kesehatan Publik

Isu rokok elektronik menjadi salah satu poin krusial dalam perdebatan regulasi ini. Asosiasi Konsumen Vape Indonesia menyuarakan bahwa rokok elektronik harus diperlakukan dengan lebih adil dan tidak disamakan dengan rokok konvensional.

Mereka bahkan mengutip program penghentian merokok di Inggris, di mana dua rumah sakit membagikan vape kepada pasien untuk membantu mereka berhenti merokok konvensional.

Namun, Nalsali Ginting dari IYCTC menepis klaim ini. Ia menjelaskan bahwa program tersebut bersifat terbatas dan tidak lagi dijalankan secara luas.

Selain itu, beberapa studi menunjukkan bahwa rokok elektronik tidak efektif sebagai alat untuk berhenti merokok dan justru berisiko tinggi menormalisasi kembali perilaku merokok di masyarakat.

Prof. Dr. dr. Agus Dwi Susanto, Ketua Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), menegaskan bahwa rokok elektronik mengandung nikotin dan ribuan zat kimia berbahaya yang dapat menyebabkan penyakit serius seperti kanker, hipertensi, dan penyakit jantung.