BARISAN.CO – Viral di laman media sosial TikTok mahasiswa UIN Walisongo yang jadi santri di Ma’had Al Jami’ah UIN Walisongo mengeluhkan fasilitas katering makanan dan sarana prasarana. Tampak empat santri mengeluhkan persoalan makanan yang diberi makan nasi basi.
Sebelaumnya dalam video memperlihatkan kondisi sarana dan prasana Ma’had Al Jami’ah UIN Walisongo dan keterangan yang bertuliskan:
“Uang masuk 3 juta serta 450 ribu perbulan dapat fasilitas apa?.”
Ada beberapa fasilitas yang menurut para santri sangat tidak manusiawi seperti kamar kecil tidak layak. Pada screenshoot percakapan tertulis:
“Minimal tidur di dalam kamar mas, kamar ukuran 3×3 sedangkan jumlah peserta mahad 30 orang. Kamar tidur, jadi maksimal 16 orang di dalam kamar. Kamar mandi juga tidak ada pintunya, cuma ditutup sama gorden.”
Viralnya video santri yang mengeluhkan fasilitas Ma’had Al Jami’ah UIN Walisongo mendapat tanggapan dari Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Alumni, dan Kerjasama, Achmad Arief Budiman melalui rilisnya nomor: 3853/Un.10.0/R3/KM.02.05/08/2023.
Menurut Wakil Rektor Achmad Arief Budiman menyampaikan bahwa pema’hadan bagi mahasiswa baru UIN merupakan program mandatori dari Kementerian Agama melalui Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 7272 Tahun 2019 tentang Pedoman Implementasi Moderasi Beragama pada Pendidikan Islam.
“Dalam keputusan tersebut dijelaskan bahwa pengembangan moderasi beragama dilakukan melalui Program Ma’had Al-Jami’ah yang ditujukan untuk mahasiswa di lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI); dengan demikian, perlu dipertahankan dan diperkuat dengan manajemen mutu dan pengawasan serta evaluasi yang terukur,” jelasnya, Kamis (10/08/2023).
Mengenai temuan buruknya mutu layanan katering sebagaimana tergambar dalam video yang disebarkan itu, Wakil Rektor Achmad menyampaikan informasi itu tidak sepenuhnya benar.
“Namun bagi UIN Walisongo, ini merupakan pengingat yang perlu direspon secara positif, sehingga telah dilakukan evaluasi terhadap mutu layanan katering dan memberlakukan uji petik secara rutin sebagai upaya penjaminan mutu untuk periode selanjutnya,” imbuhnya.
Lebih lanjut, Wakil Rektor Achmad menyampaikan soal layanan katering untuk santri Ma’had al-Jami’ah bukanlah program wajib.
“Santri boleh memilih untuk meneruskan berlangganan katering pada bulan kedua atau berhenti berlangganan dan berupaya belanja sendiri untuk keperluan makan,” jelasnya.
Namun demikian, ia menjelaskan untuk bulan pertama diputuskan disediakan katering sebagai upaya membantu memfasilitasi santri baru yang datang dari luar daerah, luar propinsi dan luar pulau, yang dimungkinkan belum cukup mengenali medan dan lingkungan kampus.
“Sehingga jika tidak dibantu penyediaan makanan, mereka akan kesulitan. Bulan berikutnya dipersilakan untuk memutuskan antara dua pilihan tersebut,” terangnya.
Untuk pelibatan pondokan di sekitar kampus sebagai mitra pema’hadan tahun ini adalah tahun pertama, dan baru saja berjalan, bahkan belum sampai waktunya untuk dilakukan monev yang sudah dijadwalkan di akhir bulan agustus.
“Momentum ini akan dipergunakan secara positif untuk segera dilakukan evaluasi secara komprehensif, serta dilakukan koordinasi dengan pihak mitra dalam rangka memperbaiki dan melengkapi fasilitas yang ada,” pungkas Wakil Rektor Achmad. [Luk]