Presiden AS selanjutnya, menjadi penentu keberlangsungan kebijakan iklim yang ada saat ini.
BARISAN.CO – Tak ada satu negara di dunia yang terbebas dari ancaman perubahan iklim termasuk Amerika Serikat. Perubahan iklim bahkan sudah dirasakan masyarakat di seluruh Amerikat dan akan terus menyebabkan kerusakan yang semakin besar terhadap ekonomi, infrastruktur, dan kesehatan manusia serta manusia.
Satu-satunya jalan keluar ialah Amerika Serikat dan negara-negara lainnya segera mengambil tindakan bersama dalam mengurangi emisi gas dan beradaptasi dengan suhu bumi yang semakin hangat.
Dalam upaya mencapai tujuan net-zero dan mendukung dekarbonisasi global, pemerintah AS menggelontorkan dana US$4 miliar untuk mengindentifikasi, memprioritaskan, dan mempercepat inovasi teknologi. Namun, segala upaya itu bisa saja sia-sia jika pemerintahan selanjutnya justru bertolak belakang dengan kebijakan yang ada saat ini.
H.E. Robert Blake, mantan Duta Besar AS untuk Indonesia mengatakan, jika salah satu dari dua kandidat teratas Partai Republik, Donald Trump atau Gubernur Florida Ron Desantis, maka kebijakan Biden bisa saja terhenti.
“Jika salah satu dari mereka terpilih, kita akan melihat beberapa proposal dimana banyak kebijakan Presiden Joe Biden yang positif, seperti trajektori untuk menurunkan emisi karbon hingga lima belas persen pada tahun 2050 akan berpotensi tidak berlanjut,” katanya dalam acara Women in Foreign Policy (WFP) Public Discussion Series on: US-Indonesia Cooperation for Net Zero World, Senin (5/6/2023).
Pemilihan Presiden AS akan digelar pada 5 November 2024. Kebijakan pemerintah sangatlah berpengaruh dalam menekan emisi karbon. Menurut survey Pew Research, mayoritas orang Amerika memang mendukung AS menjadi netral karbon pada tahun 2050, seperti tujuan di awal pemerintahan Presiden Joe Biden. Namun, dari jumlah tersebut, mayoritas Partai Republik justru menentang upaya pemerintah menjadi negara netral karbon.
Trump memang dikenal sebagai kaum denial. Bahkan, saat para ilmuwan pemerintah AS mengungkapkan konsesus ilmiah yang kuat dan serius tentang perubahan iklim, Trump tetap teguh pada pendiriannya untuk ekspansi energi bahan bakar fosil.
Saat baru menjadi kandidat Presiden AS pun, Trump menyampaikan, dia akan mengakhiri semua tindakan Presiden Barack Obama yang melibatkan emisi gas rumah kaca. Di bawah pemerintahannya, Trump membatalkan atau menunda sebagian besar regulasi terkait perubahan iklim, sambil mengusulkan untuk mempercepat pengembangan bahan bakar fosil.
“Bukan hanya pada sisi domestik, tetapi kepemimpinan pada level global seperti John Kerry akan hilang. Oleh karena itu sangat penting agar Presiden Joe Biden terpilih kembali untuk memastikan keberlanjutan dari kemajuan yang telah diperoleh,” tambah Blake.
Menurut Direktur Pelaksana Senior McLarty Associates ini, penting untuk diingat, dunia sedang berada pada momen kritis dalam diplomasi global dalam perubahan iklim.
“Kita benar-benar akan mencapai tujuan penurunan suhu 1,5 derajat melalui penurunan emisi gas rumah kaca hingga 50 persen pada tahun 2035, satu-satunya cara untuk melakukan itu adalah dengan membuat upaya besar bukan hanya di Amerika Serikat dan Uni Eropa tapi juga negara-negara lain. Dan jika kita melihat apa yang sedang terjadi, banyak negara telah membuat kesepakatan dalam pertemuan COP, tapi hanya sedikit negara yang benar-benar mengimplementasikan komitmennya,” jelas Blake.
Dia menegaskan, agar semua negara bersungguh-sungguh dalam melakukan percepatan dan melaksanakan apa yang telah direncanakan.
“Dukungan Amerika Serikat sangatlah penting. Jika kita sedikit melihat ke belakang, Presiden Joe Biden telah membuat Willow Project, banyak proyek politik di Alaska atau Siberia,” ujarnya.
Oleh karena itu, Blake menilai, pemilihan presiden akan menjadi sangat penting bagi kebijakan iklim yang berkelanjutan. (Yat)