Scroll untuk baca artikel
Risalah

Kader HMI Menjadi Peluru Perjuangan, Pesan Pak Salikin

Redaksi
×

Kader HMI Menjadi Peluru Perjuangan, Pesan Pak Salikin

Sebarkan artikel ini

Dalam dinamika selama dua tahun, keterbelahan kepengurusan HMI berlanjut. HMI (MPO) memang memiliki jumlah cabang yang jauh lebih sedikit, namun mencakup beberapa yang sangat banyak anggotanya. Diantaranya adalah cabang Yogyakarta, Jakarta, Semarang, Pourwokerto, dan Makasar.

Sesuai AD/ART, kongres harus diselenggarakan lagi pada tahun 1988. Kembali akan berlangsung di Yogyakarta. Kebetulan, aku diangkat menjadi ketua panitia kongres HMI (MPO). Namun, kali ini secara resmi dan memiliki Surat Keputusan.

Sejak awal persiapan sekitar dua bulan, tim panitia hanya beranggotakan sebelas orang. Panitia sangat menyadari bahwa acara tidak mudah diselenggarakan. Perhelatan nasional ini diincar digagalkan karena menyangkut kondisi politik yang serius. 

Dengan kerja sama yang solid dari panitia, Kongres bisa diselenggarakan. Dari tiga lokasi yang disiapkan melalui beberapa skenario, akhirnya dipilih dusun Kemorosari, Piyaman, daerah Wonosari, yang belum memiliki penerangan listrik. Kongres diikuti oleh sekitar 100 orang dari berbagai wilayah, selama sepekan.

Peristiwa ini mencatatkan utang budi HMI yang luar biasa besar pada pak Salikin (meninggal tahun 2016) kepala dusun beserta warganya. Rumah almarhum dipakai sebagai lokasi dan segala urusan akomodasi dan konsumsi diurus oleh warganya. Tim panitia hanya membantu sebisanya.

Acara berlangsung lancar, meski bersuasana berbeda dari Kongres HMI di gedung pertemuan, wisma ataupun hotel. Laporan pertanggungjawaban kepengurusan Egie Sudjana diterima. Tamsil Linrung terpilih sebagai ketua umum yang baru.

Namun, setelah Egie mengadakan jumpa pers di Yogyakarta tentang hasil kongres, maka aparat melakukan beberapa tindakan. Warga dusun yang dewasa dipaksa apel seharian di lapangan, dan semua diinterogasi. Khusus pak Salikin, selama 3 bulan wajib lapor tiap hari kerja.

Sebagai tambahan informasi, rumah almarhum memang sering dipakai Basic training (Batra) dan Intermediate Training (Intra) sebelum kongres itu. Setelahnya tidak bisa lagi dipergunakan, selalu ada aparat yang rutin memeriksa. Bahkan sempat beberapa lama, ada aparat yang ditempatkan di dusun tersebut untuk mengawasi selama almarhum menjadi “tahanan kota”.