Din Syamsuddin mengatakan Anies Baswedan dipersepsikan oleh masyarakat sebagai figur muslim, sehingga lebih cocok dipadukan dengan sosok nasionalis
CALON Presiden (Capres) Anies Baswedan selalu menjadi sorotan terlebih lagi soal sosok bakal calon wakil presiden (cawapres) pendamping untuk menghadapi Pilpres 2024.
Memang hingga saat ini berlum diketahui siapa sosok cawapres yang bakalan mendampingi Anies Baswedan, meski demikian banyak orang meraba-raba nama sosok dan tokoh nasional saat ini.
Sebut saja cawapres yang bakalan mendampingi Anies Baswedan seperti Ketua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Gubernur Jawa Timur Khofifah Indah Parawansa.
Selain itu ada nama Wakil Ketua Majelis Syuro PKS Ahmad Heryawan, mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Andika Perkasa dan Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno.
Padahal keputusan sosok yang mendampingi Anies dalam Pilpres 2024 ada pada Tim 8 Koalisi Perubahan yakni Partai Nasdem Partai Demokrat dan PKS.
Lantas, banyak orang meraba-raba tokoh-tokoh nasional tersebut yang layak mendampingi Anies. Meski Anies Baswedan acapkali juga ditanya siapa cawapresnya.
Anies Baswedan mengaku tidak akan memberikan keterangan selama prosesnya masih berjalan. Dia mengatakan itulah yang menjadi kebiasaan Koalisi Perubahan.
“Kebiasaan di Koalisi Perubahan itu kami melakukan proses dulu baru mengumumkan,” ujarnya.
Salah satu tokoh yang memberikan masukan siapa yang layak mendapingi Anies yakni Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Din Syamsuddin.
Din Syamsuddin memberikan sejumlah masukan kepada Presiden PKS Ahmad Syaikhu mengenai kriteria bakal cawapres yang akan mendampingi Anies Baswedan.
Menurut Din Syamsuddin, Anies Baswedan dipersepsikan oleh masyarakat sebagai figur muslim, sehingga lebih cocok dipadukan dengan sosok nasionalis.
Pikiran saya ikut melayang-layang menghampiri burung-burung yang terbang mencari sebutih biji-bijian. Tokoh Muhammadiyah saja memberikan masukan, lantas bagaimana dengan saya.
Jelas saya bukan tokoh, meski demikian sebagai orang yang pernah tinggal di pondok pesantren pendiri Nahdlatul Ulama saya juga harus memberikan masukan siapa yang layak jadi Cawapres Anies Baswedan.
Akan tetapi, siapa yang harus saya beri masukan. Pemasukan saya aja tidak jelas, maka dengan ketidak jelasan tersebut saya beranikan diri memberikan masukan kepada diri saya sendiri.
Biarlah saya bermonolog ria, lantas siapa cawapres Anies Baswedan?
Saya menjawab, “Sosok Militer.”
Lalu siapa namanya, saya jelas tidak tahu yang jelas dari kalangan militer baik itu dari kepolisian maupun TNI.
Lantas saya dikejar-kejar dengan alasan-alasan, sayapun menjawab dengan sekadarnya. Ini bukan soal dominasi politik militer. Meski Din Syamsuddin memberi masukan sosok nasionalis, sebab Anies figur muslim.
Berbeda dengan saya yang lebih pada sosok figur kalangan militer. Namun biasanya, dalam periode pertama pemilihan presiden sosok yang diambil adalah bukan dari kalangan militer, nasionalis, maupun muslim. Akan tetapi yang memiliki roda ekonomi yang kuat yakni orang berduit.
Sebut saja Presiden Jokowi periode pertama mengambil Jusuf Kalla, begitu juga saat Anies jadi Gubernur DKI Jakarta ada Sandiaga Uno.
Orang berduit, ya iyalah. Lantas kenapa pilih sosok militer, bukannya orang berduit.
“Karena ketidakpastian demokratisasi politik saat ini,” tegas saya.