Dengan adanya pengesahan hukum adat tersebut, maka masyarakat adat merasa terlindungi.
BARISAN.CO – Tercatat jumlah masyarakat adat mewakili sekitar 5 persen dari populasi dunia, yang sebagian besarnya tinggal di Asia, menurut Amnesty International.
Meski memiliki kebiasaan dan budaya berbeda, masyarakat adat di dunia menghadapi persoalan yang sama, yakni penggusuran dari tanah leluhur, penolakan untuk mengekspresikan budaya, serangan fisik, dan lain-lain. Tak jarang, intimidasi dan kekerasan yang dialami mereka didukung oleh negara.
Di Indonesia, per 9 Agustus 2022, setidaknya terdapat 2.161 komunitas adat dan mayoritas berada di Kalimantan. Dengan kekayaan sumber daya alam yang melimpah, kasus sengketa dan kekerasan sering terjadi di sana.
Sedangkan, RUU (Rancangan Undang-Undang) Masyarakat Adat saat ini masih belum jua disahkan. Tidak sekadar memberikan pengakuan, RUU ini dianggap sangat penting dalam melindungi, memenuhi, serta menghormati masyarakat adat di Indonesia.
Sebenarnya, RUU Masyarakat Adat ini telah diusulkan sejak tahun 2003 melalui Kongres Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN). Kemudian, sejak 2009-2014 tercatat sudah menjadi bahasan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat). Mangkraknya RUU Masyarakat Adat ini dianggap karena adanya kekhawatiran akan menghambat pembangunan dan kegiatan bisnis perusahaan besar.
Ketua Adat Dayak Meratus Hulu Sungai Tengah, Suan, menilai, draft RUU Masyarakat Adat sudah sesuai, sehingga dia mendesak agar pemerintah segera mengesahkannya.
“Kami menuntut segera disahkan karena itu payung hukum masyarakat adat yang selama ini kami bergeraknya susah. Hak-hak yang berkaitan budaya, wilayah adat, dan kearifan lokal yang ada selalu dirampas,” katanya kepada Barisanco, Sabtu (20/5/2023).
Dengan adanya pengesahan hukum adat tersebut, Suan menuturkan, masyarakat adat akan merasa terlindungi. Selagi menunggu RUU Masyarakat Adat disahkan, mereka juga menuntut, wilayah Hulu Sungai Tengah khususnya segera mendapatkan pengakuan.
“Karena tetangga kita, Hulu Sungai Selatan sekarang sudah disahkan Bupati Hulu Sungai Selatan Kandangan. Sekarang kami dari masyarakat adat Hulu Sungai Tengah menuntut agar sesegera RUU Pengesahan Masyarakat Adat itu segera diundangkan agar kami merasa terayomi dengan UU yang sudah disahkan oleh pemerintah daerah itu,” tambahnya.
Suan menuturkan, itulah yang menjadi keluhan dan keresahan masyarakat adat Hulu Sungai Tengah di wilayah Pegunungan Meratus Hulu Sungai Tengah.
Hulu Sungai Selatan telah mendapatkan pengakuan melalui Peraturan Daerah (Perda) Kabupaten Hulu Sungai Selatan Nomor 1 Tahun 2022 tentang Pengakuan, Perlindungan, dan Pemberdayaan Masyarakat Hukum Adat yang disahkan pada 3 Agustus 2022.
Suan melanjutkan, saat ini situasi wilayah Hulu Sungai Tengah tampak aman. Namun, dia menegaskan, jika ada hal yang mengarah pada perebutan wilayah, masyarakat adat Hulu Sungai Tengah akan bertindak.
“Kami akan turun secara massal, keseluruhan untuk mempertanyakan sekaligus melakukan hal-hal yang perlu kami laksanakan dengan cara dan sikap kami sendiri. Karena itu wilayah hukum adat kami, rumah kami perlu kami pertahankan sampai titik darah terakhir,” tegasnya.