Mogok kerja Screen Actors Guild – American Federation of Television and Radio Artists (SAG-AFTRA) sebagai dukungan atas mogok kerja 11.000 anggota WGA, ditaksir bakal menghanguskan potensi ekonomi senilai US$135 miliar.
SEORANG aktor dan aktris sekaliber Leonardo DiCaprio dan Kate Winslet bisa saja acuh dan tak peduli dengan nasib rekan-rekannya dari figuran, penulis naskah, presenter, penyiar, penata rias, koreografer, juru kamera, penata lampu hingga tukang set dekorasi. Toh, kekayaan sudah melimpah dan justru produser serta studio film mengejarnya dan antre.
Tapi bagi Leonardo DiCaprio dan juga Kate Winslet serta para aktor bertarif tinggi dan pernah diganjar Oscar, dirinya tidak bernilai dan tidak bisa seperti sekarang bila tidak mendapat dukungan figuran, aktor medioker, penulis naskah serta orang-orang di belakang layar.
Dan yang penting bagi para aktor Amerika adalah loyalitas pada visi, misi serta kesetiakawanan yang tinggi pada serikat. Tidak merasa paling berjaya, toh kekayaan akan sirna pada waktunya. Mereka tidak seperti model serikat buruh di Indonesia yang pemimpinnya mudah tergiur kekuasaan.
Ini dibuktikan ketika para pemain utama film “Oppenheimer” seperti Matt Damon, Emily Blunt, Cillian Murphy dan Florence Pugh tak lama setelah berpose di karpet merah pemutaran perdana di pusat Kota London, Inggris, pada 13 Juli 2023, langsung keluar dari acara seremonial dan menyatakan dukungannya serta mogok kerja bersama serikat yang beranggotakan 160 ribu orang ini.
Mereka patuh pada komitmen serikat yang dalam aturan organisasi untuk menghentikan segala aktivitas mulai syuting, jumpa penggemar termasuk premier dan festival film.
Industri Hiburan Bakal Lumpuh?
Sejumlah media di Amerika melaporkan, pemogokan akan menghentikan produksi di seluruh dunia dan menyebabkan lebih banyak kesulitan ekonomi dan gangguan bagi industri film dan televisi yang sudah terguncang oleh pemogokan Writers Guild of America (WGA) sejak 2 Mei 2023.
Seperti dikutip dari The New York Times, mogok kerja Screen Actors Guild – American Federation of Television and Radio Artists (SAG-AFTRA) sebagai dukungan atas mogok kerja 11.000 anggota WGA, ditaksir bakal menghanguskan potensi ekonomi senilai US$135 miliar.
Sementara untuk wilayah Los Angeles saja menurut Todd Holmes, seorang profesor manajemen media hiburan di Cal State Northridge, aksi pemogokan yang hanya dilakukan WGA melebihi tiga bulan menghilangkan potensi ekonomi senilai US$3 miliar.
Semua syuting film layar lebar, produksi film streaming, serial televisi acara bincang-bincang hingga kuis semuanya berhenti. Stasiun televisi berbayar dan streaming kini mengandalkan putar ulang film lama atau film yang diproduksi di luar negeri.
Presiden SAG-AFTRA, Fran Drescher saat jumpa pers mengatakan, anggota serikat selama ini menjadi korban entitas yang sangat rakus. “Saya terkejut dengan cara orang-orang yang pernah berbisnis dengan kami memperlakukan kami. Saya tidak bisa mempercayainya, terus terang. Mereka mengaku perusahaan susah seperti dampak Covid-19 dan saham turun sementara CEO mereka digaji ratusan dan jutaan dolar. Itu menjijikkan,” kata Drescher seperti disitat dari TIME.com.
Streaming dan AI
WGA maupun SAG-AFTRA mogok kerja bukan hanya lantaran tidak ada kesepakatan soal kontrak baru atau kesepakatan konvensional terkait tuntutan kenaikan upah 15 persen tetapi juga soal keberlangsungan nasib mereka di masa depan terkait berkembangnya teknologi streaming dan artificial inteligance (AI) dalam industri hiburan.
Menurut Los Angeles Times (LA Times) soal industri streaming dan kecerdasan buatan muncul sebagai isu utama dalam negosiasi. “Berkembangnya teknologi menimbulkan kecemasan yang mendalam di antara para pemain tentang bagaimana citra dan kemiripan mereka dapat digunakan dan disalahgunakan. Jadi serikat aktor ingin menetapkan peraturan yang jelas seputar AI, seperti yang dilakukan WGA,” tulis LA Times.
Selama ini para aktor sudah menjadi kebiasaan untuk menyerahkan hak atas suara dan keserupaan atau kemiripan mereka sebagai karakter populer untuk digunakan perusahaan studio tanpa kompensasi di taman hiburan atau video game.
“Mereka takut hal serupa akan terjadi dengan manipulasi suara dan kemiripan mereka oleh program AI,” tulis LA Times lagi.
Kekhawatiran paling besar disampaikan Tim Negosiator SAG-AFTRA yang kemungkinan ke depan perusahaan dapat memindai semua kinerja awal aktor. Semua kinerja awal itu kemudian direkam pakai AI dan bisa diproduksi ulang secara massal untuk kepentingan produksi lainnya.
Unjuk rasa dipusatkan di sejumlah perusahaan studio utama dan streaming besar seperti Netflix, Walt Disney Co., Warner Bros, Paramount Picture, Sony Picture, Apple Studios dan Amazon Studios.
Mogok Lebih Dahsyat dari Tahun 60?
Mogok kerja SAG-AFTRA disebut-sebut yang terbesar setelah aksi sejenis pada tahun 1960. Pada tahun 1960, presiden serikatnya dipimpin aktor Ronald Reagan yang kelak menjadi Presiden Amerika Serikat.
Pemogokan saat itu menghentikan produksi film “Butterfield 8” (Elizabeth Taylor), “Go Naked in the World” (Gina Lollobrigida), “The Wackiest Ship in the Army” (Jack Lemmon) dan “Let’s Make Love” (Marilyn Monroe).
Pemogokan oleh para aktor kali ini juga akan menutup semua produksi film dan produksi televisi. Proyek film besar yang terpengaruh di antaranya “Gladiator 2” dan “Deadpool 3” serta serial antologi “American Horror Story” karya Ryan Murphy.
Serikat aktor dan penulis di Amerika pernah melakukan mogok kerja hingga 100 hari. Mogok ini tidak hanya menyiksa aktor dan penulis tetapi juga perusahaan besar.
Mungkin yang bisa menjadi pelajaran untuk serikat buruh di Indonesia, selain kesetiakawanan dan solidaritas, mereka juga dengan dana abadinya dan juga militansinya mengumpulkan sumbangan untuk anggotanya yang terkena dampak dari pemogokan.