TIDAK ada produk atau merek penganan yang dibahas sangat serius seperti Khong Guan. Sampai seorang sastrawan Joko Pinurbo mendedikasikan biskuit legendaris yang diproduksi sebuah pabrik di kawasan Jalan Raya Jakarta – Bogor, Kota Depok, Jawa Barat, ini dalam sebuah buku kumpulan puisi berjudul “Perjamuan Khong Guan”.
Khong Guan sejatinya bukan asli produk dalam negeri. Apalagi produk asli pribumi. Khong Guan yang berarti kaleng atau stoples kosong itu karya dua bersaudara imigran China yang menetap di Singapura saat era kekuasaan Jepang menguasai Asia Timur. Produknya belakangan berkembang tidak hanya di Singapura tetapi juga ke Malaysia, Indonesia, China dan Amerika.
Beda dengan negara lain, Khong Guan sangat bernilai dan penuh kenangan di kalangan masyarakat Indonesia lantaran biskuit ini telah membersamai setiap Lebaran sejak tahun 70-an.
Sampai-sampai setiap warga Indonesia yang berdiaspora pun di luar negeri ada yang menempatkan kaleng Khong Guan di tempat khusus seperti meja makan. Khong Guan tidak sekadar biskuit tetapi di dalamnya ada kerinduan dan identitas budaya.
Khong Guan juga sangat kompatibel karena di dalamnya tidak hanya berisi biskuit tetapi bisa saja berisi rengginang, kembang goyang, rempeyek atau kerupuk. Khong Guan sangat demokratis dan toleran.
Multiguna Khong Guan itu ditulis sangat bagus oleh Joko Pinurbo dalam puisi berjudul “Agama Khong Guan”: Rengginang bersorak/ ketika agama-agama menyatu/ dalam sekaleng Khong Guan.
Gambar dalam kaleng Khong Guan pun sampai saat ini menjadi bahan pembahasan menarik kendati pelukisnya sudah memberikan penjelasan.
Tetapi memang karya sastra atau lukisan ketika sudah terbit tidak lagi dalam penguasaan dan kendali pengarang atau pelukisnya. Setiap orang bebas memberikan penilaian dan menginterpretasikannya.
Kenapa dalam gambar tersebut tidak ada sosok ayah? Apakah dua anaknya hanya diasuh ibu tunggal? Apakah ayahnya selingkuh dan minggat? Atau ayahnya telah meninggal? Atau justru ayahnya yang tengah memoto mereka (kalau dikaitkan dengan revolusi smartphone zaman kiwari). Sangat menarik kan? Begitu beragamnya pendapat.
Sepertinya publik tidak percaya dengan penjelasan pelukisnya, Bernadus Prasodjo yang juga pembuat logo sirup Marjan. Menurutnya, tidak ada alasan khusus di balik ketiadaan sosok ayah di gambar kaleng biskuit tersebut.
Bernardus menjelaskan, gambar yang dibuatnya melalui proses panjang untuk sampai disetujui perusahaan. Dari tahap sketsa sampai pewarnaan dan temanya yang menonjolkan sosok ibu. Tujuannya sangat komersial yaitu untuk menarik minat dan mempengaruhi ibu-ibu untuk membeli Khong Guan. Hanya itu.
Bagi Anda yang penasaran dengan sosok sang ayah bisa baca puisi “Ayah Khong Guan”.
Dalam puisi ini sosok ayah masih absurd. Tipe dan figur ayah baru terlihat samar dalam cerpen “Perjamuan Petang Bersama Keluarga Khong Guan” (Tak Ada Asu di Antara Kita: Kumpulan Cerita Joko Pinurbo, Gramedia, Januari 2023). Walaupun sosok ayah tersebut ditampilkan secara surealis.
“Nyonya Khong Guan meminta para tamu bersiap menyambut kedatangan Tuan Khong Guan. Puji Tuhan, Tuan Khong Guan sudah tiba di rumah dengan selamat. Kami terdiam diliputi rasa penasaran ingin segera bertemu dengan tokoh misterius yang sudah lama kami nantikan tersebut.