Koalisi Perubahan sudah siap dengan skenario tiga poros atau dua poros sekalipun.
PERNYATAAN Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid alias Gus Jazil dalam beberapa kesempatan termasuk saat menjadi narasumber ILC di tvOne, kemungkinan Pilpres 2024 diikuti dua poros atau dua koalisi menggelinding menjadi wacana panas.
Indikasi Pilpres 2024 bakal diikuti dua poros sebelumnya disampaikan Presiden Jokowi. Alasannya masuk akal sebagai negara yang lagi kekurangan duit, demi penghematan.
Wacana serupa juga disampaikan sejumlah politisi PDIP. Alasan klisenya masih soal penghematan di negara yang sangat boros umbar duit untuk infrastruktur. Sementara untuk membangun demokrasi selalu dalihnya penghematan. Padahal demokrasi itu adalah untuk mendidik masyarakat dan juga untuk melahirkan pemimpin yang hebat. Dalam bahasa ilmiahnya, sirkulasi kekuasaan.
Seharusnya PDIP partai yang ‘mencatut’ nama demokrasi dalam nama partainya harus mengerti dan tak harus diingatkan atau diajari soal demokrasi. Mestinya sudah khatam.
Gus Jazil yang juga petinggi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tidak asal bicara soal kemungkinan Pilpres 2024 kemungkinan hanya diikuti dua poros. Arah ke sana sudah jelas salah satu indikasinya dana yang dialokasikan cukup untuk satu putaran. Pemerintah belum atau tidak mengalokasikan dana bila Pilpres 2024 berlangsung dua putaran.
Indikasi lainnya sampai saat ini Koalisi Indonesia Maju dengan bakal calon presiden (bacapres) Prabowo Subianto dan koalisi yang dipimpin PDIP dengan bacapresnya Ganjar Pranowo belum juga mengumumkan bakal calon wakil presidennya (bacawapres).
Sungguh ironis. Sementara mereka sudah lebih dulu mengumumkan Timnas Pemenangan. Ini sangat aneh, logikanya terbalik. Galibnya, pasangan dulu terbentuk baru ditentukan Timnas Pemenangannya. Itulah keanehan dan anomali politik nasional.
Sulitnya Prabowo dan Ganjar serta kelompok koalisinya menentukan bacawapres sedikit banyak dipengaruhi keputusan berani sekaligus mengejutkan Muhaimin Iskandar alias Gus Imin yang membawa gerbong PKB bergabung dengan Koalisi Perubahan. Keputusan ini selain menambah kekuatan koalisi yang dibentuk Nasdem dan PKS juga membuat dua koalisi lain, kebingungan menentukan bacawapres. Gus Imin diprediksi akan memecah suara nahdliyin di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Dampaknya Prabowo dan Ganjar kesulitan mencari bacawapres yang bisa mengkonversi suara yang bakal diboyong PKB ke Koalisi Perubahan.
Prabowo dan Ganjar Merger?
Koalisi Perubahan adalah yang paling siap dengan pasangan bacapres dan cawapresnya, Anies Baswedan – Muhaimin Iskandar yang populer disebut AMIN, sepertinya membuat gentar bacapres lainnya. Termasuk anasir di koalisi mereka.
Dari sanalah muncul wacana menduetkan atau merger Prabowo – Ganjar. Wacana tersebut sebagai bentuk frustrasi paling akut karena sampai sekarang tidak bisa menandingi pasangan AMIN.
Padahal sejumlah lembaga survei yang mengaku profesional hingga yang abal-abal sampai saat ini masih menempatkan AMIN di urutan buncit. Seharusnya koalisi mereka yang bongsor, gemuk atawa obesitas tak mesti khawatir. Atau jangan-jangan lembaga survei selama ini banyak ‘ngibul’?
Gus Jazil dalam pernyataannya, Koalisi Perubahan sudah siap dengan skenario tiga poros atau dua poros sekalipun. Tentu dengan dua poros fragmentasi seperti kasus dalam Pilpres 2019 bakal terulang kembali walaupun itu tidak diharapkan seperti adanya Cabong vs Kadrun.
Dua poros sebenarnya ada positifnya juga selain tak masalah dalam konstitusi. Dua poros akan semakin kontras dan publik dapat membedakannya dengan mudah dan sangat substantif.
Nasdem, PKS dan PKB dengan mudah disebut sebagai Koalisi Perubahan. Sedangkan bila Prabowo mengakuisisi Ganjar maka mereka mudah pula disebut sebagai Koalisi Non Perubahan atau bisa juga disebut sebagai Koalisi Kekuasaan.
Sangat mudah kan?