Oleh: Awalil Rizky, Ekonom Bright Institute
JUMLAH pengangguran selama setahun terakhir dilaporkan minggu lalu oleh Badan Pusat Statistik berkurang sebanyak 410 ribu orang. Dari 8,40 juta orang pada Februari 2022 menjadi 7,99 juta orang pada Februari 2023. Sedangkan tingkat pengangguran terbuka (TPT) turun dari 5,83% menjadi 5,45%.
Penurunan jumlah pengangguran dan TPT memang mengindikasikan membaiknya perekonomian selama kurun waktu tersebut. Namun kondisinya masih lebih buruk dibanding sebelum pandemi covid. Jumlah penganggur tercatat hanya sebesar 6,93 juta orang dengan TPT sebesar 4,94 persen pada Februari 2020.
Beberapa informasi ketenagakerjaan lainnya pada Februari 2023 dari data BPS juga memberi indikasi belum sepenuhnya terjadi pemulihan ekonomi. Diantaranya berupa jumlah pekerja pada sektor pertanian yang justeru bertambah banyak.
Sektor pertanian telah berperan penting menyangga dampak covid terhadap ketenagakerjaan pada awal pandemi. Jumlah pekerjanya meningkat dari 35,45 juta orang pada Agustus 2019 menjadi 38,05 juta orang pada Februari tahun 2020 dan 38,22 juta orang pada Agustus 2020. Berbeda dengan sektor industri pengolahan dan beberapa sektor lain yang berkurang pekerjanya.
Meski kemudian pandemi teratasi dan perekonomian tampak terus membaik, jumlah pekerja sektor pertanian masih bertambah. Jumlahnya mencapai 40,69 juta orang pada Februari 2023.
Pada saat bersamaan, sektor pertanian tumbuh melambat selama tahun 2021 dan 2022. Lebih rendah dari rata-ratanya sebelum pandemi. Produktivitas per pekerja menjadi menurun, yang mengindikasikan tidak meningkatnya kesejahteraan petani. Kondisi ini menjelaskan mengapa separuh penduduk miskin bekerja di sektor pertanian.
Penciptaan lapangan pekerjaan memang membaik signifikan selama setahun terakhir. Jumlah mereka yang bekerja meningkat dari 135,61 juta orang pada Februari 2022 menjadi 138,63 juta orang pada Februari 2023. Akan tetapi, lapangan pekerjaan yang meningkat lebih pesat berupa kegiatan informal.
Porsi pekerja dalam kegiatan informal masih mencapai 60,12% pada Februari 2023. Lebih banyak dibanding Februari 2022 yang sebesar 59,97%. Sedangkan pada Februari 2020 atau tiga tahun lalu hanya sebesar 56,64%.

Salah satu kelompok dari pekerja informal ini disebut sebagai Pekerja keluarga/tak dibayar. Yaitu orang yang bekerja membantu orang lain yang berusaha dengan tidak mendapat upah atau gaji, baik berupa uang maupun barang. Baik anggota rumah tangga ataupun bukan dari orang yang dibantu.
Pekerja keluarga ini dalam kehidupan dan perbincangan sehari-hari serupa dengan pengangguran. Contohnya mereka yang membantu keluarganya berdagang, kegiatan produksi industri rumah tangga, dan semacamnya. Meski tidak dibayar, BPS mencatatnya sebagai telah bekerja.
Jumlahnya meningkat pesat saat awal pandemi, dari 17,41 juta orang pada Februari 2020 menjadi 19,18 juta orang. Dan masih terus bertambah selama tiga tahun berikutnya, hingga menjadi 20,01 juta orang pada Februari 2023.
Dua status pekerja yang juga tergolong bekerja dalam kegiatan informal adalah pekerja berstatus berusaha sendiri dan yang berusaha dibantu buruh tidak tetap. Jumlahnya pun masih cenderung bertambah. Mencapai 28,65 juta orang dan 22,36 juta orang pada Februari 2023.
Kedua status perkerja tersebut mencerminkan jumlah pengusaha berskala mikro dan kecil yang “menciptakan lapangan kerja sendiri”. Porsinya mencapai 36,80% dari total pekerja. Peningkatannya antara lain didorong oleh keterpaksaan kondisi maupun kreatifitas akibat kehilangan pekerjaan formal.
Peningkatan porsi pekerja informal disumbang pula oleh bertambahnya yang bertatus pekerja bebas di pertanian. Jumlahnya mencapai 5,73 juta orang pada Februari 2023. Kondisi ini berkaitan erat dengan peningkatan jumlah pekerja di sektor pertanian yang disampaikan terdahulu.
Perlu diketahui bahwa BPS dalam rilisnya mengakui dampak pandemi terhadap kondisi penduduk usia kerja masih dialami hingga Februari 2023. Jumlahnya memang berkurang dibanding tahun-tahun sebelumnya, namun masih mencapai 3,18 juta orang. Dengan kata lain, kondisinya belum lah pulih.
Pemerintah harus lebih memperhatikan fenomena dan kondisi ketenagakerjaan secara lebih cermat, tidak hanya jumlah dan tingkat pengangguran saja. Kondisi umum ketenagakerjaan berdampak erat dan langsung dengan pendapatan atau kesejahteraan rakyat. Kondisinya pun mengindikasikan masih kurang berkualitasnya pertumbuhan ekonomi yang terjadi. [rif]