Sistem pemilu proporsional tertutup dianggap bertentangan dengan prinsip demokrasi.
BARISAN.CO – Setelah viral isu bahwa pemilu 2024 akan memakai aturan proporsional tertutup, banyak kalangan menyatakan menolak.
Mulai dari mantan Hakim Konstitusi Jimly Ashiddiqie, Menko Polhukam Mahfud Md, dan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, mengecam jika Mahkamah Konstitusi memutuskan mengubah aturan pemilu.
Belakangan, delapan fraksi di Senayan nyaris satu suara menolak sistem pemilu proporsional tertutup. Hanya PDIP yang kekeuh mendukung agar pemilu dilaksanakan demikian, seperti zaman Orde Baru.
“Terbuka, yes. Tertutup, no,” demikian perwakilan delapan fraksi meneriakkan yel-yel sikap mereka kompak di kompleks parlemen, Selasa (30/5/2023) kemarin.
Awal Mula
Isu pengubahan sistem pemilu bermula dari permohonan yang dilakukan enam orang ke MK. Mereka mengajukan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dengan sistem proporsional terbuka.
Permohonan mereka teregistrasi dengan nomor perkara 114/PUU-XX/2022 pada 16 November 2022. Enam orang ini adalah Demas Brian Wicaksono, Yuwono Pintadi, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono.
Belakangan diketahui bahwa Demas Brian Wicaksono adalah seorang pengurus partai PDI Perjuangan di Kabupaten Banyuwangi. Yuwono Pintadi adalah anggota Partai Nasdem. Fahrurrozi adalah warga negara yang sedang nyaleg pada pileg 2024.
Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono adalah warga negara yang mengaku memiliki kepentingan untuk hadirnya wakil rakyat yang benar-benar mementingkan kepentingan rakyat saat terpilih.
Tanggapan Ketua KPU
Ketua KPU, Hasyim Asy’ari, pada 29 Desember 2022 menyebut ada kemungkinan sistem Pemilu 2024 menggunakan sistem proporsional tertutup.
Pada sistem pemilihan proporsional tertutup, KPU akan meminta setiap parpol mengirimkan daftar kandidat wakil rakyat. Namun, pemilih tidak secara langsung memilih mereka. Pemilih nantinya hanya akan memilih tanda gambar atau lambang parpol.
Ucapan ketua KPU kemudian disambut dingin. Banyak yang menganggap Hasyim Asy’ari melanggar kode etik.
Progressive Democracy Watch (Prodewa), Januari 2023, melaporkan Hasyim Asy’ari kepada Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) atas hal ini. Prodewa menganggap Hasyim telah mengeluarkan pendapat atau penyataan yang bersifat partisan.
Kriminalisasi terhadap Denny Indrayana
Mantan Wamenkumham Denny Indrayana, pada Minggu (28/5/2023), mengunggah konten Instagram yang ia beri tekanan sebagai ‘informasi penting’.
“Pagi ini saya mendapatkan informasi penting. MK akan memutuskan pemilu legislatif kembali ke sistem proporsional tertutup, kembali memilih tanda gambar partai saja […] Siapa sumbernya? Orang yang sangat saya percaya kredibilitasnya, yang pasti bukan Hakim Konstitusi […] Maka, kita kembali ke sistem pemilu Orba: otoritarian dan koruptif.”
Belakangan Denny dilaporkan ke Bareskrim Polri terkait dugaan penyebaran berita bohong alias hoaks. Yang melaporkan berinisial AWW.
Tidak diketahui pasti latar belakang AWW. Di dalam laman Linkedin miliknya hanya tercantum bahwa ia lulusan Universitas Indonesia. Di media sosial Instagram, AWW menulis bio di antaranya sebagai Direktur LKBH Perempuan & Anak Indonesia.
Banyak pihak menganggap pelaporan terhadap Denny Indrayana sebagai bentuk kriminalisasi. Hal ini bisa dipahami. Lebih-lebih alam kebatinan masyarakat pada umumnya akan terusik dengan nilai-nilai yang bertentangan dengan prinsip demokrasi. [dmr]