Pedagang nakal nuthuk pelanggan dengan menaikkan harga tinggi demi keuntungan sesaat.
BARISAN.CO – Saat libur Lebaran tiba, banyak tempat wisata dipadati pengunjung. Bagi mayoritas pelaku usaha, ini bisa dimaknai sebagai berkah. Bagi sebagian lainnya, ini adalah waktu yang tepat untuk ‘nuthuk’ pelanggan dengan ugal-ugalan menaikkan harga secara sepihak.
Nuthuk diambil dari bahasa Jawa artinya memukul. Istilah ini umum dipakai untuk merujuk transaksi curang yang dilakukan oleh pedagang kepada pembelinya.
Nuthuk sering terjadi pada pedagang makanan. Modus paling umum adalah dengan pedagang tidak menampilkan daftar harga makanan kepada pembeli. Kemudian saat pembeli akan membayar, pedagang mematok harga yang tidak masuk akal hingga berkali lipat.
Pada alam pikiran Jawa, akibat dari kelakuan pedagang nakal tersebut dimaknai setara dengan ketika seseorang dipukul kepalanya. Dari situlah istilah nuthuk kemudian populer. Harga yang tinggi bikin kepala cenat-cenut.
Bukan hanya pedagang makanan, namun juru parkir, pedagang pakaian, maupun toko souvenir juga sering nuthuk.
Tidak ada padanan kata nuthuk dalam bahasa Indonesia. Tapi mungkin frasa aji mumpung adalah yang paling mendekati. Mumpung sedang banyak pelanggan, mumpung mereka hanya ke sini sekali (tak berpotensi jadi pelanggan tetap), mumpung tidak ada larangan tegas, jadi kenapa tidak menaikkan harga. Begitu.
Dampak Negatif
Pedagang mungkin akan mendapatkan keuntungan dalam jangka pendek lewat aksi nuthuk. Namun, aksi ini bisa membawa dampak negatif bagi sebuah kawasan wisata dalam jangka panjang.
Pelanggan tentunya punya rasa kapok. Pelanggan bisa saja membalas kecurangan yang mereka terima lewat beragam cara. Lebih-lebih sekarang ada media sosial. Pelanggan bisa saja memviralkan kelakuan pedagang nakal tersebut.
Semakin banyak orang yang tahu, semakin pedagang tersebut sepi pembeli. Jika mereka berada pada kompleks wisata, bisa saja nuthuk yang dilakukan satu dua pedagang berdampak langsung pada berkurangnya kunjungan wisatawan akibat stigma negatif menyangkut harga-harga. Akhirnya, semua pedagang merugi.
Tips agar Terhindar
Pemerintah tentu bisa menjadi penengah untuk mengurangi potensi terjadinya nuthuk. Peran Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN) diharapkan di sini.
Konsumen wajib untuk dilindungi. Pedagang wajib diberi aturan. Aktivitas ekonomi dengan demikian bisa berjalan saling menguntungkan kedua belah pihak.
Pemerintah perlu mewajibkan seluruh pedagang mencantumkan harga-harga. Selain itu, harus ada mekanisme efek jera bagi yang masih kedapatan nuthuk pelanggan. Di beberapa lokasi di Yogyakarta, misalnya, aturan semacam ini sudah berjalan. Namun, di banyak tempat wisata lainnya, aksi ini masih marak.
Adapun di sisi lain, pelanggan juga mesti waspada. Pelanggan bisa melakukan beberapa langkah untuk terhindar dari aksi nuthuk, misalnya dengan bertanya harga sebelum membeli.
Pelanggan juga bisa survei lokasi sebelum singgah, melihat daftar komentar di internet, atau membandingkan harga dengan tempat lain guna memastikan tidak ada yang merugi pada akhirnya. [dmr]