Scroll untuk baca artikel
Sastra

Martin Suryajaya dan Antologi Puisi Obskur Indonesia 1945-2045

Redaksi
×

Martin Suryajaya dan Antologi Puisi Obskur Indonesia 1945-2045

Sebarkan artikel ini

Rapat bergerak menuju kemacetan
Pada ruas-ruas arteri ke luar kota
Ke luar kota dalam lampu hutan
Hujan berjalan menghampiriku tenang
Tenang di tengah kolam di tengah jalan
Di situ

Martin pun terpaksa juga ikutan jadi kekanak-kanakan sebab dia harus melakukan salto mortal ala Yusrizal, jatuh dalam kejatuhan gaya puisi paling ambruk: personifikasi. Seperti yang tampak dalam puisi lanjut:

Di Birkenau tubuhku merasa di rumah. Sebuah April dalam jubah cokelat telah membukakan gerbangnya. Kaki membawaku menyusuri tembok tempat kecemasan telah menjadi desain ….. (dst)

Pemeo membangun sekaligus meruntuhkan di sini berlaku, saat Martin seakan membuat negasi bagaimana para penyair ‘pusat’ membuat gerombolan, dengan kepala begalnya Yusrizal. Bagaimana bahkan penyair wanita, Rina Novita Herliany membangun dirinya sebagai ‘ekor’ Yusrizal, sebagaimana ribuan penyair Terdepan yang mau dikanonkan dalam Gerombolan 100 penyair. Kita lihat saja kopat-kapitnya penyair ini:

perempuan dalam kurung spasi memikat basah malam koma
adalah sebuah tandatanya tidak ada yang memberi spasi tidak ada yang memberi spasi masuklah dalam tubuhku enter

masuklah lewat jantung hatiku enter

Lalu bagaimana dengan nama-nama kw dan puisi-puisi sintetis lain, ya baiknya membaca buku ini sambil merasakan — mungkin — seperti yang saya rasakan.

Ya, membaca buku 3T sesekali saya tertawa pedih. Sebab dengan piawai Martin berhasil membongkar sejarah kongkrit dunia puisi Indonesia dalam narasi tragik-komiko, tragis-komis, tragedi sekaligus komedis.***