Pembahasan RUU EBET masih alot lantaran ada tarik-ulur beragam kepentingan.
BARISAN.CO – Pada awal tahun 2023, pemerintah pernah mengatakan kalau RUU EBET (Energi Baru Terbarukan) bakal disahkan bulan Juni. Tak sesuai rencana, target kemudian diundur September. Kembali tak sesuai rencana, target diundur lagi ke waktu yang belum ditentukan.
Menurut informasi yang tertera pada situs DPR RI, RUU EBET kini tengah masuk pada tahap pembicaraan tingkat pertama. Artinya, masih ada satu tahapan lagi sebelum RUU ini sah dan berlaku.
Desas-desus menyebut, pembahasan RUU EBET masih alot lantaran ada tarik-ulur beragam kepentingan. Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) banyak menjadi perhatian. Ada 574 DIM yang sudah dibahas dalam tahap pembicaraan tingkat pertama per akhir September, dan pengawasan legislatif berat tertuju pada kecurigaan adanya pasal-pasal titipan.
Kecurigaan terutama terletak pada upaya menyusupkan ketentuan mengenai praktik skema power wheeling. Diketahui, pasal-pasal tentang power wheeling pernah masuk dalam RUU, kemudian dikeluarkan dalam draf setelah ditentang beragam pihak, dan hari ini, santer disinyalir kalangan swasta ‘memaksakan’ agar ketentuan power wheeling masuk lagi dalam draf RUU EBET.
Untuk diketahui, power wheeling adalah skema yang memperbolehkan perusahaan swasta atau independent power producers (IPP) membangun dan memperjualbelikan tenaga listrik ke pelanggan rumah tangga maupun industri.
Kecurigaan ini salah satunya terlontar dari Direktur Eksekutif Center for Energy Security Studies, Ali Ahmudi.
“Pemerintah dan DPR perlu hati-hati soal klausul power wheeling dalam RUU EBET. Klausul itu sudah didrop pada awal tahun, dan sempat muncul lagi tiga bulan berikutnya. Jadi (dugannya) ada pemain swasta yang tetap ingin klausul ini masuk RUU EBET,” katanya dalam sebuah diskusi, Kamis (28/9/2023).
Dalam sejarah pembahasan RUU, menurut Ali, klausul power wheeling hampir selalu dipaksakan untuk dapat masuk oleh pihak-pihak yang dituding mendapat keuntungan dari mekanisme tersebut. Padahal, menurutnya, skema ini sudah tidak diperlukan. RUU EBET tetap akan berjalan baik tanpa skema power wheeling, kata dia.
“Pemerintah saat ini sudah tidak lagi membutuhkan skema power wheeling. Hal ini seiring dengan telah ditetapkannya Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) untuk periode 2021 sampai 2030, yang di dalamnya telah mengakomodasi pembangkit EBT dengan kapasitas yang cukup signifikan, yaitu mencapai 20,9 GW, atau 51,6 persen dari total penambahan pembangkit,” jelas Ali. [dmr]