UTANG Indonesia sering menjadi topik diskusi, bahkan perdebatan yang panas di ruang publik. Debat makin intensif pada waktu jelang Pemilihan Umum. Berlangsung antara pengamat ekonomi, pejabat negara dan juga netizen.
Wacana diskusi yang mengemukakan berbagai sudut pandang dan opini merupakan hal positif bagi kehidupan bernegara. Namun, salah satu soalan adalah pengertian dan istilah utang yang kurang presisi. Sebagian data yang dipakai pun sering tidak akurat dan tidak mutakhir.
Sekurangnya harus dibedakan antara tiga istilah utang yang perlu diketahui. Begitu pula tentang sumber datanya yang resmi, serta beberapa rincian atau komposisi utama dari masing-masing. Yaitu: utang pemerintah, utang luar negeri, dan utang sektor publik.
Utang Pemerintah Pusat
Utang pemerintah merupakan bahasan paling populer. Lebih tepat disebut utang pemerintah pusat, karena tidak termasuk utang pemerintah daerah. Sumber data resmi utama berasal dari Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahunan. Sedangkan sumber data resmi untuk kondisi per akhir bulan terkini dipublikasikan oleh Kementerian melalui dokumen APBN Kita.
Posisi atau sisa utang (outstanding) per akhir tahun 2022 sebesar Rp7.734 Triliun. Data ini bersifat sementara, karena LKPP masih belum selesai diaudit. Posisi terkini yang dipublikasi oleh Kemenkeu adalah per akhir Maret 2023 yang sebesar Rp7.879 Triliun.
Utang Pemerintah Pusat per akhir tahun 2022 itu terdiri dari dua jenis, yaitu Surat Berharga Negara (SBN) sebesar Rp6.847 Triliun dan Pinjaman sebesar Rp887 Triliun. SBN berbentuk surat utang yang sebagian besarnya bisa diperjualbelikan, atau pemberi utang (kreditur) dapat berganti. Sedangkan pinjaman merupakan utang kepada pihak tertentu dengan syarat dan ketentuan yang disepakati.
SBN ada yang dinyatakan atau berdenominasi rupiah dan ada valuta asing (valas). Posisi SBN rupiah sebesar Rp5.452 Triliun. Denominasi valas saat ini terdiri dari dolar Amerika, Euro dan Yen Jepang. Posisi SBN valas setelah dikonversi dalam nilai tukar akhir tahun sebesar Rp1.395 Triliun.
Pinjaman terdiri dari pinjaman dalam negeri sebesar Rp19,67 Triliun dan pinjaman luar negeri sebesar Rp867,43 Triliun. Pinjaman luar negeri berdenominasi berbagai valuta asing sesuai kesepakatan dengan pihak kreditur. Pihak kreditur antara lain lembaga internasional, negara lain, dan swasta asing.
Posisi utang pemerintah sering disajikan dalam besaran rasionya terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). PDB merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi dalam negara Indonesia. PDB dihitung dan dipublikasikan oleh Badan Pusat Statistik tiap tiga bulan.
Oleh karena PDB tahun 2022 mencapai Rp Triliun, maka rasio per akhir tahun 2022 sebesar 39,48%. Publikasi rasio utang per akhir Maret 2023 memakai nilai PDB yang disetahunkan atau masih berupa prakiraan. Kemenkeu mengatakan rasionya sebesar 39,17%.
Utang Luar Negeri
Utang Luar Negeri (ULN) cukup sering disalahartikan sebagai utang pemerintah dalam perbincangan netizen. Meski berkaitan erat atau beririsan, namun berbeda definisi dan cakupan datanya. Sumber data resmi pun bukan dari Kementerian Keuangan atau Pemerintah, melainkan dari Bank Indonesia.
ULN didefinisikan Bank Indonesia sebagai suatu bentuk kewajiban penduduk Indonesia kepada bukan penduduk dalam kurun waktu tertentu yang membutuhkan pembayaran kembali bunga dan pokok pada waktu yang akan datang. Pengertian penduduk dimaksud mencakup pemerintah, bank sentral, maupun pihak swasta.
Posisi ULN Indonesia pada akhir Desember 2022 menurut dokumen Statistik Utang Luar Negeri (SULNI) edisi April 2023 mencapai US$396,36 Miliar. Posisi itu merupakan penjumlahan dari tiga kelompok. Pemerintah sebesar US$186,47 Miliar, Bank Indonesia sebesar US$9,34 Miliar, dan swasta sebesar US$200,69 Miliar.
Perlu diketahui bahwa ULN Badan Usaha Milik Negara (BUMN) termasuk kelompok utang swasta. Posisinya pada akhir Desember 2022 sebesar US$53,91 Miliar. Porsinya terhadap total ULN swasta sebesar 29,86%.
Sebagaimana utang pemerintah, ULN Indonesia pun kadang disajikan dalam besaran rasio atas PDB. Perhitungannya dengan menyamakan terlebih dahulu denominasinya. Rasio ULN Indonesia atas PDB dilaporkan sebesar 30,08%.
Utang Sektor Publik
Selain utang pemerintah dan utang luar negeri dikenal pula istilah Utang Sektor Publik (USP). USP mencakup utang pemerintah, utang Bank Indonesia dan utang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Perhitungan dan publikasinya dilakukan bersama oleh Bank Indonesia dan Kementerian Keuangan. Namun yang biasa menyajikan secara rutin adalah Bank Indonesia melalui dokumen Statistik Utang Sektor Publik Indonesia (SUSPI).
Data USP dihitung dan dipublikasi untuk kondisi tiap akhir triwulan yang secara teknis mencakup tiga kelompok. Yaitu: Pemerintah umum, korporasi finansial sektor publik, dan korporasi nonfinansial sektor publik. Pemerintah umum terdiri dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Korporasi finansial antara lain mencakup bank sentral, bank BUMN, BPD dan Lembaga keuangan bukan bank. Sedangkan korporasi nonfinansial terutama terdiri dari BUMN dan BUMD yang bukan Lembaga keuangan.
Bank Indonesia mengakui untuk sementara ini data yang dipublikasi belum sepenuhnya mencakup keseluruhan entitas tersebut. Misalnya belum memasukan data utang Bank Pembangunan Daerah (BPD) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Begitu pula dengan utang BUMN yang datanya dari sumber data counterpart (mirroring data), bukan yang berasal dari Kementerian BUMN.
Posisi USP pada akhir tahun 2022 telah mencapai Rp14.400 Triliun. Terdiri dari: utang pemerintah umum (Rp7.863 Triliun), Utang Korporasi Publik Bukan Lembaga Keuangan (Rp1.087 Triliun), dan Utang Korporasi Publik Lembaga Keuangan (Rp5.450 Triliun).
Utang korporasi publik dimaksud terutama merupakan utang BUMN. Dalam hal lembaga keuangan antara lain mencakup Bank BUMN dan Bank Indonesia. Data posisi utang Bank BUMN memasukan simpanan masyarakat atau Dana Pihak Ketiga (DPK) di bank-bank tersebut. [rif]