Empat mahasiswa Trisakti tertembak saat Demonstrasi 25 tahun silam. Tragedi Trisakti ini menjadi tonggak bersejarah bagi lahirnya reformasi di Indonesia.
BARISAN.CO – 12 Mei 1998 silam, terjadi peristiwa yang memilukan. Empat mahasiswa Universitas Trisakti tewas akibat tembakan saat demonstrasi mahasiswa menuntut reformasi politik di Indonesia.
Tragedi ini menjadi pemicu terjadinya kerusuhan dan aksi demonstrasi besar-besaran di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia.
Setelah tragedi ini, tuntutan reformasi politik semakin kuat. Selanjutnya, pada 21 Mei Presiden Soeharto yang telah berkuasa selama lebih dari 30 tahun akhirnya mengundurkan diri
Peristiwa ini dianggap sebagai tonggak sejarah penting dalam sejarah Indonesia modern. Jalan untuk reformasi politik dan demokratisasi di Indonesia main terbuka.
Pelaku Penembakan masih Misteri
Setelah Tragedi Trisakti yang mengakibatkan beberapa korban tewas, pihak berwenang kemudian melakukan penyelidikan lebih lanjut. Pada jasad salah satu korban yang bernama Hery Hertanto ditemukan serpihan peluru kaliber 5,56 mm di tubuhnya.
Tim Pencari Fakta ABRI yang mengungkapkan hasil yang sama ketika melakukan otopsi pada korban. Namun, Kapolri yang menjabat saat itu, Jenderal Pol Dibyo Widodo membantah jika anak buahnya menggunakan peluru tajam.
Kapolda Metro Jaya Hamami Nata juga menyatakan bahwa polisi hanya menggunakan tongkat pemukul, peluru kosong, peluru karet, dan gas air mata.
Persidangan terhadap enam terdakwa beberapa tahun kemudian juga tidak dapat menjawab siapa yang menjadi pelaku di balik peristiwa nahas tersebut.
Sampai saat ini, misteri penembakan tersebut masih terus menyelimuti sejarah kelam Tragedi Trisakti pada 12 Mei 1998.
25 Tahun Kasus Masih Jalan di Tempat
Komisi Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) mengungkapkan, hingga kini, berkas penyelidikan yang telah diberikan Komnas HAM kepada Kejaksaan Agung belum juga ditindaklanjuti ke tahap penyidikan.
“Hingga kini masih bolak-balik berkas antara Komnas HAM dan Kejaksaan Agung. Kejaksaan Agung belum menindaklanjuti hasil penyelidikan yang dilakukan oleh Komnas HAM,” kata Divisi Pemantau Impunitas Kontras, Jane Rosalina dikutip dari Jane KBR, Kamis (11/5/2023).
Meski Presiden Joko Widodo sudah mengakui kerusuhan Mei 1998 yang di dalamnya ada Tragedi Trisakti, namun Jane menilai belum ada keseriusan pemerintah untuk mengusut kasus tersebut.
Menurut dia hal ini karena presiden tidak tegas mendorong Kejaksaan Agung untuk melanjutkan kasus ke tahap penyidikan.
Di sisi lain, kata Jane, para pelanggar HAM berat yang hidup di masa tragedi tersebut masih duduk di jabatan strategis sehingga turut berdampak pada mandeknya proses hukum pelanggaran HAM berat salah satunya Tragedi Trisakti 1998.
“Penuntasan kasus pelanggaran HAM berat yang secara menyeluruh itu harus lewat proses hukum ya harus dilakukan pengungkapan kebenaran, pemulihan kepada penyintas dan korban dan menjamin ketidakberulangan pelanggaran HAM berat masa lalu dan kami terus mendorong Kejaksaan Agung untuk menidaklanjuti berkas penyelidikannya Komnas HAM,” ucap Jane.
Pahlawan Reformasi
Empat mahasiswa yang tewas dalam Tragedi 12 Mei 1998 ini dikenang sebagai Pahlawan Reformasi oleh pihak kampus. Nama empat mahasiswa itu diabadikan menjadi nama jalan di Kampus Usakti, Nagrak, dan Bogor.
Sejak saat itu, Indonesia telah melaksanakan pemilihan umum secara berkala dan telah terjadi banyak perubahan dalam politik dan pemerintahan Indonesia.
Namun demikian, reformasi politik di Indonesia masih dihadapkan pada berbagai tantangan dan perlu terus diperkuat agar demokrasi dapat berkembang secara berkelanjutan. [rif]