Walau sudah jungkir balik menggaet investor untuk ibukota baru, nyatanya realisasi investasi masih sepi. Skema KPBU, salah satu alternatif pendanaan, juga menghadapi segudang masalah.
PROYEK Ibukota Negara (IKN) sedang digeber. Tahun 2023 ini, sedang digarap beberapa paket senilai Rp 23,7 triliun untuk membangun infrastruktur dasar. Rencananya, hingga tahun 2024 dana dari APBN akan terus dikucurkan untuk kawasan inti pemerintahan. Menteri PUPR mengklaim bahwa progres di IKN sudah 25 persen. Progres yang dimaksud, jika diperjelas, mestinya soal pembangunan kawasan inti. Hal ini mengingat dana yang sudah dikucurkan adalah sebesar Rp 28 triliun dari nilai total proyek yang sebesar Rp 400an triliun.
Biaya membangun IKN memang fantastis, yakni Rp 466 triliun. Demi kesehatan fiskal, biaya tersebut mesti dipecah-pecah. Ada yang ditanggung oleh APBN dan ada yang ditanggung oleh swasta. Pada pundak APBN, direncanakan sebesar 20 persen. Sisanya, akan diusahakan dari Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), swasta, dan BUMN (80 persen).
Dalam mengusahakan agar swasta tertarik cawe-cawe, pemerintah telah mengobral beragam insentif. Yang paling fantastis ada berupa: hak guna usaha (HGU) hingga 190 tahun, hak guna bangunan dan hak pakai hingga 160 tahun, bebas pajak penghasilan hingga 100 persen hingga kebebasan warga asing tinggal hingga puluhan tahun.
Rencana insentif tersebut tentu mengundang kontroversi. Pada aspek HGU hingga 190 tahun, ini dinilai terlalu panjang dan rawan terhadap ketidakadilan. Perpanjangan hak lazimnya diberikan pada saat masa berlaku pertama akan habis.
Namun di IKN, perpanjangan sudah diberikan di awal konsesi. Pada era kolonial, di bawah Agrarische Wet 1870, lama konsesi tanah maksimal hanya 75 tahun. Di IKN, ada kesan seolah-olah proyeknya tidak bonafit, alias memiliki keekonomian rendah, hingga diguyur dengan segudang insentif.
Deputi Bidang Pendanaan dan Investasi Otoritas IKN, Agung Wicaksono bilang bahwa sudah banyak (investor) yang mau masuk. Sektornya beragam, dari infrastruktur, perumahan, edukasi, teknologi, hingga kesehatan. Dia mengklaim sudah ada lebih dari 160 letter of intent (LOI) atau surat pernyataan komitmen investasi yang masuk ke Otorita.
Bapak presiden mengatakan bahwa sudah ada 20 LoI untuk investasi di IKN dari Singapura. Ada juga pinangan dari Korea Selatan di bidang penyediaan air bersih. Di bidang penyediaan perumahan, ada konsorsium asal Cina, Korea, dan pengembang dalam negeri yang keinginannya sudah ditindaklanjuti.
Pendanaan oleh swasta dapat dipakai skema semacam Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha (KPBU). KPBU adalah skema yang telah dicanangkan sejak 2015, yang dulunya bernama Kerjasama Pemerintah Swasta (KPS). Dalam skema ini, suatu infrastruktur dikemas dalam suatu bisnis yang dijalankan oleh badan usaha dengan harapan pengembalian modal. Badan usaha diberi keleluasaan merencanakan, membangun, dan mengoperasikan infrastruktur.
Layaknya konsesi, maka harus ada untungnya, maka jika itu jalan tol –sebagai contoh termudah- maka ya harus ada tol (tarif/ pembayaran pengguna) nya.
Tapi harus diingat, jika jalan tol nya jelek dan yang lewat tidak rame, maka resiko kerugian ditanggung si pengusaha. Maka si pengusaha harus membikin jalan tol sebagus mungkin. KPBU dirasa cocok untuk menyelenggarakan beberapa infrastruktur dengan karakter tertentu, karena ada pembagian resiko antara pemerintah (yang mewakili pengguna) dan badan usaha.
KPBU ada juga jenis lain. Ada yang namanya KPBU jenis availibility payment (AP). Pada KPBU AP, pembayaran atas ketersediaan infrastruktur akan ditomboki oleh pemerintah selama masa konsesi. Ini karena sifatnya tidak cocok jika pakai tarif. Contohnya kabel internet super panjang yang proyeknya kemarin bernama Palapa Ring. Model ini berbeda dengan pengadaan biasa.
Pada KPBU AP, pemerintah sudah dapat paket lengkap dari satu badan usaha, mulai dari konstruksi hingga operasi. Tinggal dibayar tiap tahun pakai APBN jika kabelnya sudah oke. Pemerintah tidak perlu pusing membuat perencanaan termasuk merogoh kocek terlalu dalam di awal, cukup diserahkan pada Badan Usaha. Karenanya terdapat pembagian resiko antara pemerintah dengan badan usaha.
KPBU AP di proyek IKN akan dipakai dalam penyediaan rumah tapak dan rusun. Ada juga jalan di kawasan utama IKN dan tentunya jalan-jalan lain yang bisa dikomoditaskan. Namun progres rencana-rencana tersebut masih belum banyak kabar terdengar.
Histori penyelenggaraan KPBU di tanah air cenderung tidak mulus. Dari pengalaman kita membangun jalan tol Trans Jawa dengan skema tersebut, misalnya, butuh belasan tahun agar bisa rampung. Pemegang konsesinya juga gonta-ganti. Pada akhirnya, pengelolaannya ditangani atau diambil alih oleh BUMN.
Data menunjukkan, bahwa dari 10 proyek KPBU Jalan Tol, hanya satu proyek yang konsesinya dipegang oleh swasta. Ada problem birokrasi yang jelimet. Ada kesan seolah-olah bahwa KPBU hanya cocok jika badan usahanya punya semacam privilege.
Kemudian ada problem potensi pasar. Ada cerita dari Faisal Basri bahwa investor ingin agar IKN dihuni 5 juta jiwa penduduk dalam 10 tahun. Padahal rencana Bappenas saja, yang mungkin sudah best case, mentok hanya bisa 1 juta jiwa. Ini membuat investor masih wait and see.
Pengembang jalan tol dari Astra pernah bilang bahwa soal menarik keterlibatan swasta ini masih menjadi PR besar pemerintah (Bisnis.com, 08-11-2019). Sedangkan soal IKN, pengembang dari Real Estate Indonesia (REI) nampaknya punya kekhawatiran yang sama. Baginya “barang KPBU” di IKN ini masih ‘abu-abu’, termasuk aspek legal dan institusionalnya (Bisnis.com, 21-01-2021).
Sebenarnya proses menggaet investor ini memang tidak bisa sat-set. Investasi swasta di IKN tidak bisa dalam bentuk greenfield yang ‘hijaunya royo-royo’, alias baru sama sekali. Swasta mesti diyakinkan dengan IKN yang sudah ada barangnya, yakni berupa gedung-gedung pemerintahan, infrastruktur dasar, dan tentu, penghuni kotanya.
Dalam rangka penyiapan proyek KPBU, sesuai perundang-undangan, diperlukan sederet studi business case yang tidak sederhana. Studi-studi tersebut minimal butuh dua tahun untuk rampung.
Di dalamnya harus sudah memuat spesifikasi proyek, proyeksi permintaan, analisis ekonomi, hingga analisis aspek legal -detail yang tentu tidak bisa selesai dalam waktu dekat. Dan IKN memang belum bisa memberi kepastian soal permintaan pasar. Keekonomiannya serta rencana bisnisnya belum dapat diprediksi.
KPBU yang penuh tantangan ini sudah sering diteliti oleh para pakar. Ada penelitian dari Prof. Reini Wirahadikusumah (2013) soal problem akut yang sering menjangkit KPBU. Ada masalah mulai dari proses pengadaan yang lelet, kepastian tanah yang tidak kunjung ada jalan keluar, model konsesi yang kadang tidak bersahabat, dan minim dukungan aspek legal dan institusional. Soal kepastian tanah, ini sudah terlihat gelagatnya di proyek IKN.
Walhasil KPBU di IKN haruslah dikerjakan dengan kehati-hatian. Pengalaman proyek kerjasama pemerintah-swasta di tatanan global menunjukkan bahwa kerjasama semacam itu seringkali beresiko tinggi (Bloomsfield, 1998). Sifatnya yang menkombinasikan kepentingan publik dan swasta membuatnya menjadi berkali-kali ribet. Penulis teringat dengan tulisan pakar manajemen proyek, Prof. Flyvbjerg. Menurutnya, megaproyek tidak bisa dikerjakan buru-buru. Harus think slow act fast. []
Referensi:
- Dana APBN di IKN 20 persen; Infrastruktur dasar IKN; https://koran.tempo.co/read/ekonomi-dan-bisnis/481592/kejar-target-daerah-inti-ikn
- HGU di IKN fantastis https://koran.tempo.co/read/opini/481121/masalah-hgu-di-ikn-nusantara
- Insentif IKN; LoI di IKN; pengembang perumahan ASN; https://koran.tempo.co/read/berita-utama/481083/mengapa-jejak-swasta-di-ikn-minim
- Rusun ASN di IKN Dibangun Tahun 2022 dengan Skema KPBU (kompas.com)
- REI Minta Landasan Hukum KPBU dalam Pengembangan IKN Baru – Ekonomi Bisnis.com
- Swasta di Proyek Jalan Tol: https://ekonomi.bisnis.com/read/20191108/45/1168282/ati-pelibatan-swasta-pada-proyek-kpbu-masih-hadapi-kendala.
- Reini D. Wirahadikusumah (Vol.20 No.3) Hal 161-172.pub (itb.ac.id)
- Cerita Faisal Basri soal IKN https://finance.detik.com/properti/d-5917440/sentil-proyek-ikn-faisal-basri-singgung-pembisik-jokowi-siapa
- Peraturan Presiden nomor 38 tahun 2015 tentang KPBU
- Bloomfield, P., Westerling, D., & Carey, R. (1998). Innovation and risk in a public-private partnership: Financing and construction of a capital project in Massachusetts. Public Productivity & Management Review, 460-471.
- Flyvbjerg, B., & Gardner, D. (2023). How Big Things Get Done: The Surprising Factors That Determine the Fate of Every Project, from Home Renovations to Space Exploration and Everything In Between. Signal.