Ada model politik yang berbeda, antara di jaman Soekarno dan Soeharto. Di Soekarno, tiga kekuatan slagorde mendirikan partai berdasar ideologi mereka. Yakni atas tiga kekuatan nasionalis, agama, sosialis.
DI JAMAN Soekarno kita punya banyak partai. NU dan Muhamadiyah masih menjadi partai saat itu. Disamping Masyumi, Murba, PNI, PKI, PSI, Partai Buruh, Partindo dll.
Masuk era orde baru Soeharto, kita hanya mengenal tiga partai. Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Golkar, Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Partai-partai sebelumnya melebur ke tiga partai itu.
Kala itu Golkar menjadi partai single majority, partai tunggal terkuat. Selalu memenangkan pemilu selama tigapuluh tahun lebih. Menunggalkan sang despot jendral besar Soeharto.
Agaknya Soeharto ingin seperti Soekarno yang pernah ditahbiskan sebagai presiden seumur hidup. Tapi jika Soekarno ‘dihentikan’ atas peristiwa politik berdarah 1965, Soeharto tumbang oleh gerakan reformasi.
Ada model politik yang berbeda, antara di jaman Soekarno dan Soeharto. Di Soekarno, tiga kekuatan slagorde mendirikan partai berdasar ideologi mereka. Yakni atas tiga kekuatan nasionalis, agama, sosialis.
Masuk rezim militerian Soeharto, tiga kekuatan itu dilumpuhkan dengan menciptakan partai terbesar atau single majority, yaitu Golkar. Ialah untuk melanggengkan kekuasaan otoriterian Soeharto.
Masuk era reformasi kira kembali mengenal banyak partai. Bahkan benar-benar menggunakan sistem banyak partai. Dari partai kecil hingga partai besar. Partai nasionalis dan yang berbasis agama. Minus PKI, tentu.
Jelang pemilu 2024 saja, tercatat 25 parpol peserta Pemilukada. Partai besar masih dipegang PDI-P, Gerindra, Golkar, PKB, Demokrat. Khususnya dalam pertarungan pencalonan presiden dan wakil presiden. Termasuk kepala daerah.
Partai kecil cukup bisa berharap masuk dalam legislatif. Dan ada yang mengejutkan dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI). Ialah saat menyila kepada siapa pun warga negara untuk maju sebagai calon legislatif berkendara PSI, gratis, tanpa berbayar.
Dalam pada itu ada gosip politik — istilah Mafhud MD — bahwa korupsi 8 Triliun lebih Menkominfo, mengalir ke tiga partai. Yakni, PDI-P, Gerindra, Nasdem. Justru jelang Pemilukada 2024.
Pertanyaannya, benarkah partai membutuhkan dana besar dalam nilai T, terutama jelang pemilu. Seorang mantan Ketua KPU daerah, bahkan mengungkap. Untuk seseorang yang mau maju sebagai caleg, mesti siap dana minimal 1 M.
Inikah model politik sekarang, justru di saat Pemerintah menekankan anti money politik dalam Pemilukada. Tapi pada kenyataannya, gosip tinggal gosip bulan madu partai..mimpi atau kenyataan.
Jadi, model politik tampaknya berbeda di setiap jaman. Dasar politik negara akan berpengaruh bagi model partai politik. Di jaman Soekarno, parpol kita berdasar politik kebudayaan. Di era orba Soeharto parpol yang ada bermodel politik ekonomi.
Lanjut di era reformasi, tampaknya makin meninggi intensitas politik ekonomi di era orba. Dasar politik ekonomi yang kerap dikatakan akibat dari reformasi kebablasan, telah menciptakan model politik ekonomi yang dipuncaki gaya kapitalisme liberalisme.
Akibatnya parpol yang ada, disokong perilaku orang-orangnya yang terdidik oleh gaya: kalau tidak ada uang maka tidak ada ideologi politik dalam partaimu.*