Pemberdayaan masyarakat berprespektif theologis, berbasis research dan teknologi informasi adalah merupakan upaya yang prosesnya bertujuan untuk pembelajaran dalam mengatasi masalah, pemenuhan kebutuhan masyarakat, produksi ilmu pengetahuan dan sekaligus juga memandu proses perubahan sosial keagamaan yang membebaskan.
MASYARAKAT adalah sebuah kompleksitas individu dan kelompok yang terdiri dari berbagai kepentingan dan seringkali berbenturan. Pada dasarnya, interaksiyang terjadi dalam internal masyarakat sendiri merupakan suatu hubungan kekuasaan antara kekuatan kelompok–kelompok sosial yang ada.
Jika ditarik dalam hubungan yang lebih makro, hubungan kekuasaan juga terjadi dalam hubungan antara masyarakat dengan negara. Relasi kekuasaan yang terjadi antara masyarakat dengan masyarakat dan masyarakat dengan negara seringkali menimbulkan banyak persoalan seperti persoalan keadilan dan asas kemerataan yang tidak dirasakan oleh setiap warga negara karena berbagai faktor, seperti kebijakan negara yang bias kepentingan, suku, ras, gender, agama, kelompok agama, kelas ekonomi serta afiliasi politik masyarakat.
Secara sederhana, keadilan dapat dimaknai sebagai keseimbangan antara pemberian hak dan pemenuhan kewajiban. Dalam hubungan masyarakat dan negara, parameterkeadilan di ukur dari kesamaan, kesempatan dan perlakuan negara terhadap masyarakat dalam berbagai aspek kehidupan berkaitan dengan kedudukannya baik sebagaiindividu maupun sebagai bagian dari kelompok masyarakat.
Ada hubungan timbal balik yang bersifat mutualisme antara negara dengan masyarakat. Masyarakat diwajibkanuntuk memenuhi kewajiban yang tertuang dalam ketentuan dan peraturan negara, sedangkan masyarakat berhak memperoleh haknya sebagai warga negara dan sebagai manusia. Dengan demikian, akan terjadi hubungan yangsinergis diantara keduanya.
Memang terdengar sebagai sebuah hal yang utopis ketika kita mulaimembicarakan masalah keadilan bagi setiap orang dan keinginan untuk menciptakankeadilan itu sendiri sehingga keadilan tersebut dapat dinikmati oleh setiap orang.
Namun, bukan pula suatu hal yang mustahil karena bisa jadi hal tersebut sangatmungkin untuk dapat diwujudkan dalam perikehidupan sehari-hari, sebab bagi orang-orang yang beragama memperjuangkan keadilan adalah tuntutan atas keimanan seseorang itu sendiri. Seseorang belum dikatakan beriman jika belum menegakkan keadilan.
Disamping itu bagi mereka yang beragama, usaha untuk selalu berubah kepada keadaan yang lebih baik adalah juga bagian dari tuntutan nilai keimanan seseorang itu sendiri. Itu artinya perubahan kepada keadaan yang lebih baik adalah energi hidup yang ada di setiap individu manusia.
Pada umumnya, ketidakadilan yang dirasakan oleh masyarakat mewujud dalam bentuk kemiskinan, kebodohan, keterbelakangan, kesenjangan sosial, keterkungkungan politik dan berbagai masalah ketidakadilan lainnya.
Dan dalam mensikapi realitas tersebut masyarakat terbelah dalam dua pendapat utama. Pertama, golongan yang berpendapat bahwapersoalan yang terjadi adalah kesalahan internal, yaitu kesalahan yang berasal dari dalam diri manusia atau masyarakat itu sendiri. Dimana masyarakat tidak mempunyai kemampuan untuk memajukan kesejahteraannya sendiri sebagai manusia padahal kesempatan sudah ada.
Kedua, golongan yang berpendapat bahwa persoalan ketidakadilan yang terjadi adalah sebagai akibat dari sistem dan struktur yang tidak adil. Mansour Fakih menyebut keadaan ini sebagai proses dehumanisasi yang terjadi baik secara represif maupun menggunakan sistem dan struktur yang ada. Dehumanisasi inilah yangmenyebabkan timbulnya berbagai macam persoalan ketidakadilan dan lemahnya penegakan Hak-hak Asasi Manusia.