APBN selama era reformasi selalu mengalami defisit. Pendapatan negara tidak mencukupi untuk menutupi besarnya belanja pada tahun bersangkutan. Kekurangan anggaran diatasi terutama dengan berutang, yang dalam APBN dicatat sebagai kelompok pembiayaan.
Kelompok pembiayaan dalam penyajian data APBN tidak hanya berkenaan dengan penerimaan dari berutang. Pembiayaan didefinisikan secara lebih luas, yaitu penerimaan yang perlu dibayar kembali dan pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun tahun-tahun anggaran berikutnya.
Postur APBN selama beberapa tahun terakhir menyebutnya sebagai Pembiayaan Anggaran. Sesuai sifat neraca yang seimbang, maka nilai keseluruhan Pembiayaan Anggaran sama dengan Defisit Anggaran. Oleh karena defisit berarti terjadi kekurangan anggaran, maka pembiayaan bersifat penerimaan untuk menutupinya.
Realisasi sementara APBN 2022 melaporkan Pembiayaan Anggaran bersifat penerimaan sebesar Rp732,255 Triliun. Sedangkan APBN 2023 merencanakan Pembiayaan Anggaran yang lebih sedikit, yakni sebesar Rp598,15 Triliun. Nilainya bersesuaian dengan besaran Defisit Anggaran tahun bersangkutan.
Pembiayaan Anggaran selama beberapa tahun terakhir disajikan dalam lima kelompok, yaitu: Pembiayaan Utang, Pembiayaan Investasi, Pemberian Pinjaman, Kewajiban Penjaminan, dan Pembiayaan Lainnya. Masing-masing nilai kelompok dinyatakan dalam nilai bersih (neto), dihitung dari selisih yang bersifat penerimaan dengan pengeluaran.
Pembiayaan Utang
Pembiayaan Utang APBN 2023 direncanakan bersifat penerimaan sebesar Rp696,32 Triliun. Sedikit lebih kecil dibanding realisasi sementara APBN 2022 yang sebesar Rp757,55 Triliun.
Nilai tersebut bersifat neto, telah memperhitungkan yang merupakan pengeluaran dan penerimaan dalam hal utang. Pengeluaran terutama berupa pembayaran pokok utang pemerintah. Baik dalam hal pembayaran cicilan pokok (amortisasi) utang luar negeri dan dalam negeri yang berbentuk pinjaman. Maupun pembayaran jatuh tempo pokok serta pembelian kembali (buy back) surat berharga negara (SBN).
APBN 2023 merencanakan pembayaran cicilan pokok pinjaman sebesar Rp82,1 Triliun. Terdiri dari pinjaman luar negeri sebesar Rp79,4 Triliun dan pinjaman dalam negeri sebesar Rp2,7 Triliun.
Sedangkan total pengeluaran untuk membayar SBN tidak dinyatakan secara presisi, karena memang Pemerintah diberi sedikit keleluasaan untuk mengelolanya sesuai kondisi ketika direalisasi. APBN 2023 hanya mematok nilai bersih pembiayaan utang melalui SBN yang sebesar Rp712,9 Triliun.
Diprakirakan berdasar realisasi tahun-tahun sebelumnya dan informasi jatuh tempo SBN, nilai pembiayaan melunasi SBN terdahulu sekitar Rp450 Triliun. Dengan demikian, pengeluaran pembiayaan berupa berutang baru melalui penerbitan SBN direncanakan sekitar Rp1.163 Triliun pada tahun 2023.
Perlu diketahui bahwa pembayaran bunga utang tidak termasuk dalam bagian pembiayaan utang, melainkan sebagai salah satu pos belanja. APBN 2023 merencanakan pembayaran bunga utang sebesar Rp441.40 Triliun.