Pengamat Energi Ahmad Daryoko memperingatkan, tarif listrik bisa naik lima kali lipat. Kok bisa?
BARISAN.CO – Pengamat Energi, Ahmad Daryoko mengatakan, akibat karut-marutnya tata kelola Perusahaan Listrik Negara (PLN) tarif listrik bisa naik hingga lima kali lipat. Hal itu dia sampaikan dalam webinar Relagama (Relawan Anies Alumni Gadjah Mada) pada Jumat (7/4/2023).
Dia mengungkapkan, itu bisa terjadi apabila liberalisasi kelistrikkan tidak segera dihentikan.
“Kalau yang biasa bayar Rp500 ribu per bulan melonjak jadi Rp2,5 juta, yang biasanya Rp1 juta jadi Rp5 juta,” kata eks Ketua Serikat Pekerja PLN tersebut.
Dia menambahkan, di zaman Kasman Singodimedjo, ketenagalistrikan itu regulated. Maksudnya adalah dari pembangkit, transmisi, hingga ke konsumen dikelola secara utuh oleh PLN, jelasnya.
“Namun sekarang ini, sudah tidak seperti itu. Pembangkitnya untuk pulau Jawa sudah dikuasai oleh swasta, masuk transmisi dipegang PLN seutuhnya, kemudian retailnya ini sudah dijual oleh Pak Dahlan Iskan dalam bentuk token dan curah,” tambahnya.
Ahmad menduga, beberapa petinggi mendapatkan saham oleh swasta karena sudah berjasa atas liberalisasi ini.
“Akibatnya, karena pembangkitnya sudah hampir semuanya swasta, retailnya juga sudah dijual oleh Pak Dahlan, maka mekanisme kelistrikan tidak bisa diintervensi PLN. Contohnya PLTU Paiton bisa menjual listriknya langsung ke Surabaya, Malang, dan sebagainya tanpa melalui PLN,” sambung Ahmad.
Dari mekanisme penjualan seperti itu, Ahmad mengungkapkan, dalam kelistrikan istilahnya disebut multi buyer multi seller.
“Kemudian biaya operasi kelistrikan setiap tahun terus melonjak kalau tidak ditutup dengan subsidi. Kelistrikan Jawa-Bali terpaksa ditutup oleh subsidi pemerintah karena kalau tidak begitu, maka di luar Jawa-Bali pun akan melonjak juga,” jelasnya.
Dia menjelaskan, semestinya Jawa dan Bali bisa menyubsidi luar pulau itu, namun karena mayoritas milik swasta, tidak bisa melakukannya.
“Perlu saya sampaikan, hal ini terjadi karena carut-marut liberalisasi tadi. Saat ini, pemerintah mengeluarkan subsidi rata-rata Rp200 triliun, tapi kalau subsidi ini dilepas, maka kenaikan tarif tidak bisa dihindari karena akan dibebankan ke konsumen,” terangnya.
Ahmad menyebut, kenaikan tarif listrik lima kali lipat itu tinggal menunggu dua kondisi.
“Pertama HSH (holding sub-holding) artinya holding itu diporotin, direduksi perannya menjadi subholding, kemudian di IPO-kan. Setelah itu, ada konsep UU Powering System yang sedang digodok oleh DPR, kalau jadi UU dan mencapai IPO, maka subsidi akan dilepas,” tuturnya.
Kemudian, kondisi yang kedua, Ahmad menjelaskan, adanya pembubaran PLN.
Terbitnya UU No 20 Tahun 2002 tentang ketenagalistrikan isinya adalah Jawa-Bali diliberalkan, kemudian PLN hanya transmisi, dan luar Jawa akan diserahkan ke Pemda (Pemerintah Daerah), ungkapnya.
“Liberalisasi ini kami ajukan judicial review-nya 3 kali. Pertama 2004, terus saat zaman Ketua MK-nya Pak Mahfud MD itu ditolak, taun 2016 terbit lagi dan dibatalkan. Setiap batal didobrak, sekarang dengan UU Cipta Kerja Nomor 11 Tahun 2020, dan di situ hidup lagi,” tegasnya.
Ahmad menilai, ini semua karena naskah akademik yang memprogramkan PLN harus dijual.
“Sekarang pun sebenarnya sudah terjual. Pembangkitnya sudah aseng dan asing, PLN hanya transmisi PLN, retailnya sudah taipan 9 naga, dan kemudian PLN dibubarkan” urainya.
Dia menyimpulkan, setelah semuanya terjadi, tarif listrik dipastikan naik lima kali kali lipat.