Pemberian insentif kendaraan listrik lebih tepat diberikan pada perusahaan angkutan umum.
BARISAN.CO – Pengamat Transportasi dari Universitas Katolik Soegijapranata Djoko Setijowarno menyatakan insentif atau subsidi kepada sepeda motor atau mobil pribadi tidak tepat sasaran. Justru yang harus mendapat subsidi adalah angkutan umum dan juga angkutan perintis.
“Program bantuan pemerintah atau insentif untuk kendaraan bermotor listrik akan lebih banyak menguntungkan kalangan produsen kendaraan listrik,” kata Djoko dalam rilis yang diterima Barisan.co, Minggu (28/5/2023).
Secara tidak langsung, kata Djoko, program ini menjadi cara pemerintah untuk menjaga investasi kendaraan listrik di Indonesia dan mencoba menarik investor baru.
“Warga yang bisa beli motor dan mobil adalah kelompok orang mampu, sehingga tidak perlu diberikan subsidi atau insentif,” katanya.
Kecelakaan Terbesar Akibat Sepeda Motor
Menurut Djoko, sekitar 80 persen kecelakaan disebabkan oleh sepeda motor. Pemerintah harus mampu mengurangi penggunaan sepeda motor yang berlebihan. Jika tidak, dampaknya sudah seperti sekarang.
Djoko mengutip data kecelakaan lalu lintas berdasarkan jenis kendaraan yang terlibat tahun 2020 (Korlantas Polri, 2021), sepeda motor (roda dua dan roda tiga) tertinggi, yakni 80,1 persen. Selanjutnya, angkutan barang 7,7 persen, angkutan orang (bus) 6,2 persen, mobil penumpang 2,4 persen, tidak bermotor 2,0 persen dan kereta api 1,6 persen.
“Buatlah kebijakan yang tidak menambah kecelakaan lalu lintas yang diakibatkan sepeda motor, yakni menciptakan sepeda motor dengan laju rendah, kecepatan kurang 50 km per jam,” kata Djoko.
Djoko justru memuji Pemkab. Asmat, Provinsi Papua Selatan yang sejak 2007 masyarakat Kota Agatas, ibukota Kab. Asmat sudah menggunakan kendaraan listrik.
“Kesulitan mendapatkan BBM menjadikan masyarakatnya mayoritas memakai sepeda motor listrik. Ojek listrik sudah lebih dulu ada di Asmat daripada di Jakarta,” puji Djoko.
Maka dari itu, sambung Pimpinan Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) ini, insentif sepeda motor listrik diprioritaskan untuk daerah terluar, tertinggal, terdepan dan pedalaman (3TP) yang kebanyakan berada di luar Jawa.
“Di daerah 3TP umumnya jumlah sepeda motor masih sedikit, pasokan BBM juga masih sulit dan minim sehingga harga BBM cenderung mahal. Sementara energi listrik masih bisa didapatkan dengan lebih murah dan diupayakan dari energi baru dan terbarukan,” ujarnya.
Prioritaskan Kendaraan Umum
Djoko juga mengingatkan Pemerintah, mobil listrik harus diprioritaskan kendaraan umum, kendaraan dinas kementerian/lembaga dan pemerintah daerah sehingga distribusinya lebih merata.
“Pemberian insentif kendaraan listrik lebih tepat diberikan pada perusahaan angkutan umum. Di samping akan mendorong pengembangan industri kendaraan listrik, juga dapat memperbaiki pelayanan angkutan umum dengan sarana transportasi yang lebih ramah lingkungan sekaligus mengurangi kemacetan,” paparnya.
Disampaikan Djoko, kebijakan insentif kendaraan listrik diperlukan sinergi antara Kementerian Perhubungan, Kementerian Perindutrian dan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral. Semuanya harus kompak dan tidak ada ego sektoral sehingga subsidi tepat sasaran.
“Di Indonesia banyak orang pintar, jauh lebih pintar dari beberapa negara di Asia Tenggara, tetapi Indonesia tidak pernah bisa buat kebijakan yang cerdas. Secara individu, rakyat Indonesia unggul tapi secara negara Indonesia mandul,” kritiknya.