Menurut dr. Ronny, penyebab paling sering ketulian pada bayi baru lahir di Indonesia ialah infeksi virus TORCH (toksoplasma, rubella, cytomegalovirus, herpes simpleks virus) dan bayi lahir prematur.
BARISAN.CO – Pendengaran berperan penting pada tahun tahun pertama kehidupan anak. Adanya gangguan pendengaran sejak bayi, dapat mengakibatkan anak tidak dapat mengikuti pendidikan formal dan kehilangan kesempatan memperoleh pekerjaan saat dewasa.
Kondisi tuli ringan atau sebagian saja dapat memengaruhi kemampuan bicara dan bahasa anak. Skrining pendengaran pada bayi baru lahir biasa dilakukan untuk menemukan adanya gangguan pendengaran sejak lahir.
Metode ini mudah dilakukan, tidak memakan waktu dan tidak menimbulkan nyeri. Bahkan, dapat dilakukan dengan bayi sambil tidur.
Menurut dr. Ronny Suwento, Sp. THT-KL (K), skrining perlu dilakukan untuk memastikan sejak awal agar generasi penerus bangsa memiliki pendengaran yang baik.
“Dengan metode ini anak juga akan memiliki kemampuan berbicara dan berkomunikasi dengan baik agar bisa melanjutkan kegiatan belajar di sekolah normal bukan sekolah khusus, serta dapat menjadi sumber daya manusia yang berkualitas,” ucapnya.
Saat ini di Indonesia, skrining pendengaran baru dilakukan pada bayi bayi beresiko tinggi atau disebut sebagai Targeted Newborn Hearing Screening.
Menurut dr. Ronny, penyebab paling sering ketulian pada bayi baru lahir di Indonesia ialah infeksi virus TORCH (toksoplasma, rubella, cytomegalovirus, herpes simpleks virus) dan bayi lahir prematur.
Waktu yang tepat
Pemeriksaan yang dilakukan terdiri dari dua jenis, yaitu otoacoustic emissions (OAE) dan auditory brain stem response (ABR).
Jika hanya dilakukan salah satu pemeriksaan saja (bukan skrining pendengaran) OAE dilakukan dengan menaruh sponge earphone di dalam lubang telinga untuk memastikan respon telinga terhadap suara.
Sedangkan ABR merupakan pemeriksaan yang lebih kompleks untuk melihat ada tidaknya reaksi batang otak terhadap bunyi atau suara.
Skrining pendengaran idealnya dilakukan dalam 48 jam setelah lahir atau sebelum pulang dari rumah sakit dengan pemeriksaan OAE.
Jika tidak memungkinkan atau bila tidak adanya fasilitas yang tersedia, skrining dapat dilakukan saat bayi berusia satu bulan. Pada usia tiga bulan, dapat dilakukan pemeriksaan BERA.
Bila kedua tes hasilnya baik, pendengaran anak dinyatakan nomal. Meskipun demikian, bayi tetap harus dipantau fungsi pendengarannya karena dikhawatirkan memiliki faktor risiko gangguan pendengaran. Sedangkan bila tidak baik hasilnya, belum tentu ada ketulian pada bayi.
Karena kotoran atau cairan di dalam telinga dapat memengaruhi hasil pemeriksaan, sehingga pemeriksaan dapat diulang kembali setelah 3 bulan kemudian.
Selanjutnya dr. Ronny juga mengatakan bila skrining dilakukan sebelum usia satu bulan, diagnosis ditentukan saat usia tiga bulan.
“Dan saat usia enam bulan sudah dilakukan upaya habilitasi seperti pemasangan alat bantu dengar dan latihan bicara, diharapkan pada usia 36 bulan anak sudah memiliki kemampuan bicara seperti anak normal,” pungkasnya. [Luk]