Secara keseluruhan, pemerintahannya bertujuan mengembangkan ekonomi nasional melalui pelembagaan soft power.
BARISAN.CO – Korean Cultural Center Indonesia (KCCI) sering mengadakan acara guna memperkenalkan budaya Korea Selatan di Indonesia. Misalnya saja, akhir bulan nanti, KCCI akan mengadakan Korean Culture Day, Cheongsachorong Goes to Kota Tua di Taman Fatahillah, Kota Tua, Jakarta.
Dalam acara itu, akan ada pengalaman membuat replika Cheongsachorong, parade sambil memegang Cheongsachorong, dan memakai Hanbok di kawasan Kota Tua. Bagi yang belum tahu, Cheongsachorong adalah lentera tradisional adat Korea yang saat ini ditampilkan dalam berbagai pameran budaya.
Kegiatan ini agenda peringatan 50 tahun persahabatan Indonesia dan Korea, yang puncaknya akan diadakan pada bulan September nanti.
Gelombang Korea atau dikenal dengan istilah Korean Wave atau Hallyu dimulai sejak 1990-an ketika popularitas drama TV dan film Korea Selatan muncul di berbagai negara Asia. Bahkan, popularitasnya menggeser telenovela dan Bollywood yang telah lebih dulu dikenal di Indonesia.
Selain itu, perlu diketahui, soal sumber daya alam, Korea Selatan tak sekaya Indonesia. Ditambah, pemerintah Korea Selatan juga paham jika sumber daya alam terus menerus dikuras akan habis, inilah dasar lain yang membuat Korea Selatan lebih menggunakan budayanya dalam upaya mendongkrak ekonomi negaranya.
Pasca peralihan kekuasaan dari liberal ke konservatif, Presiden Lee Myung-bak (2008-2013) memperluas gagasan Hallyu ke budaya tradisional dan warisan. Dalam pidatonya, dia menuntut industrialisasi budaya dengan modernisasi budaya tradisional dan pemajuan industri budaya serta seni, dan pengembangan industri kreatif konten.
Selama menjabat, dalam konteks diplomasi budaya dan promosi budaya Korea sebagai cara meningkatkan pengaruh internasional, pemerintahannya merancang sejumlah kebijakan untuk memperkuat kekuatan budaya.
Pada pidatonya di Forum Seoul 2012, Lee Myung-bak menegaskan, Korea Selatan harus berpikir serius tentang bagaimana meningkatkan Hallyu sebagai representasi nilai guna menjadi mesin pembangunan nasional yang berkelanjutan.
Sepanjang masa jabatannya, Lee Myung-bak juga menekankan pentingnya Hallyu sebagai mekanisme inti dari soft power. Dia juga menghubungkannya dengan kekuatan merek nasional dan daya saing nasional yang terkait konsep diplomasi budaya.
Meski dia bukan Presiden yang pertama memahami pentingnya citra nasional, secara keseluruhan, pemerintahannya bertujuan mengembangkan ekonomi nasional melalui pelembagaan soft power.
Hari ini, dapat dilihat jumlah penggemar K-pop di Indonesia paling banyak. Kesuksesan ekspansi budaya ini, sayangnya belum bisa diikuti oleh Indonesia mengingat anggaran yang digelontorkan pemerintah Indonesia tak sebesar Korea Selatan.
Namun, satu hal yang pasti, kedua negara ini telah bersahabat sejak lama dan banyak hal yang menarik untuk diambil pelajaran dari Korea Selatan jika Indonesia ingin semakin berkembang. (Yat)