Sebagai walikota ia bahkan mengurus kota Solo seperti anak muda main-main. Tapi orang pun mempolitikkannya, Gibran telah memecahkan persoalan in-toleransi.
ADA beberapa hal yang luput dari ihwal Gibran Bertemu Prabowo. Betapa banyak politisi dan pengamat melihatnya dengan kacamata sama. Bahwa Gibran melakukan perselingkuhan politik.
Bahkan dari survey yang menandai tersalipnya Ganjar Pranowo oleh Prabowo, banyak yang mensinyalir itu dampak dari pertemuan Prabowo-Gibran. Di sini kita sisihkan dulu soal deklarasi relawan atas Prabowo sebagai capres.
Secara struktural tudingan itu dengan mudah dijawab oleh Gibran sebagai Mas Wali: saya tuan rumah yang menerima tamu Menhan. Lebih menegasi lagi pasemon walikota Solo itu: nggak usah panik, saya hanya anak kecil.
Mari kita pakai kata kunci ini: pasemon.
Betapa para orang tua yang mewakili angkatan orde baru itu bingung menghadapi generasi milenial macam Gibran. Generasi yang tidak punya beban politik orba, atau trauma politik berdarah sebelumnya.
Generasi yang los, yang terbuka mata jiwa dan pikiran. Meski ia tetap menghormati para orba, orang tua, dengan cium tangan. Generasi yang menerima segala tiba — pinjam larik Chairil Anwar. Tapi jangan tanya, ia justru punya kepekaan pikir dan rasa — yang ini larik Rendra.
Seperti saat Indonesia gagal sebagai tuan rumah Piala Dunia Sepak Bola U-20. Gibran menunjukkan kekecewaannya dengan amat terbuka: begitulah kalau semuanya dikaitkan dengan politik!
Sebagai walikota ia bahkan mengurus kota Solo seperti anak muda main-main. Memeriahkan kota dalam setiap hari besar agama. Tapi orang pun mempolitikkannya, Gibran telah memecahkan persoalan in-toleransi.
Termasuk dalam hal pembangunan, melakukan beberapa pembenahan. Termasuk kraton Solo, sekaligus mendamaian keluarga keraton yang berseteru selama bertahun-tahun. Gibran bagaikan legenda membangun candi dalam satu malam.
Kota Solo menjadi destinasi terpujikan dalam waktu singkat, dengan keamanan toleransi. Plus keamanan sosial dan pembangunan sarana dan prasarana umum.
Ingat, Mas Wali melakukan itu tanpa beban pembangunan ala orde baru. Rileks, santai, seperti main-main tapi tas-tes. Itulah ciri gerak dan karakter generasi milenial.
Lalu siapa bilang Gibran anak muda yang perlu belajar banyak soal politik. Justru para orba orang tua itu yang harus belajar kepada Mas Wali Gibran. Dan inti pasemon dari Gibran tak tersadari oleh para orang tua itu.
Ialah, bahwa, menteri yang maju sebagai capres, mestinya non aktif atau mengundurkan diri. Jadi saat kampanye jelas, dia sebagai capres.
Itulah sebabnya, dengan senyum khasnya Gibran membuat pasemon: saya tuan rumah yang ketamon menteri, bukan calon presiden. Sungguh di sini saya tertawa, mungkin juga Gibran yang mahal senyum itu tertawa geli sendiri.
Tidak ada yang menyadari, bahwa Gibran sebenarnya memberi peringatan kepada pemerintah. Kepada kepala pemerintahannya, kepada bapaknya, Presiden Jokowi.
Jadi, pesan saya hanya satu untuk para orang tua: jangan malu-malu belajar kepada anak muda.*