INGAT lukisan Djoko Pekik “Petruk Dadi Ratu” yang dibeli Djokowi. Konon, lukisan itu mau dipasang di IKN. Sebelum itu pada 1999, lukisan Pekik “Berburu Celeng” laku 1 M. Bisa diperkirakan berapa M lukisan Petruk terjual. Yang beli Presiden, lagi.
Petruk Dadi Ratu adalah lakon carangan. Sebab dalam babon cerita pewayangan tidak ada ponokawan. Semar Gareng Petruk Bagong adalah tokoh mewakili rakyat jelata anggitan Sunan Kalijaga. Dalam bahasa dhalang, ponokawan adalah pono (tahu) dan kawan (friend): orang dari kalangan jelata yang saling tahu penderitaan sesama.
Lebih dari itu Sunan Kalijaga mengejawantah masing-masing makna ponokawan. Semar dari kata Umaroh, Gareng itu Goiroh, Petruk adalah Fitroh, dan Bagong berarti Baqoh. Pada jamannya Sunan Kalijaga memang menggunakan seni pedalangan sebagai sarana untuk menyebarkan agama Islam.
Lakon Petruk Dadi Ratu cukup populer di kalangan penonton wayang kulit. Suatu sikap budaya yang mau menggugurkan kolonialisme-feodalisme pada jaman penjajahan Belanda. Pada jaman itu raja-raja Jawa dikenal dari kalangan darah biru secara turun temurun. Atau dalam bahasa politik modern disebut dinasti.
Meski pun menurut para sejarawan, dinasti raja dan kerajaan Jawa itu tidak ada manusia asli Jawa. Mereka adalah yang menurut Sohibul hikayat para pendatang dari India, China, Mongolia. Tak aneh, sejarah raja-raja kita berlumur darah. Ingat kisah keris Empu Gandring yang membunuh sekian raja pada jamannya.
Dari itu Sunan Kalijaga merepresentasikan manusia Jawa asli melalui penokohan ponokawan. Bahwa manusia Jawa asli yang adalah rakyat jelata pun bisa menjadi raja. Dalam jagad seni modern, seniman Danarto pun pernah mementaskan lakon Belgeduwel Beh, nama kebesaran Petruk saat menjadi ratu atau raja.
Juga di dunia senirupa, Djoko Pekik yang dikenal sebagai seniman dari Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra/PKI), banyak mengeksplorasi tema-tema kerakyatan dalam lukisannya. Walau dia pernah kuliah di Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI, Yogya), lukisannya terkesan tidak akademis. Seperti yang diakuinya: lukisan saya bau terasi.
Seni tradisional atau kerakyatan banyak menjadi obyek lukisannya. Barongan, ronggeng, jaran kepang, wayang, ketoprak, banyak tampil dalam karya bau terasinya. Termasuk Berburu Celeng, dan Petruk Dadi Ratu yang terkenal dan berharga M itu. Bahkan lukisan Berburu Celeng adalah satu-satunya lukisan yang pernah dipamerkan dan laku.
Adapun lukisan Petruk Dadi Ratu adalah lukisannya yang dibuat pada era kepemimpinan Presiden Djokowi. Bisa ditebak, Pekik tengah menyindir Djokowi dalam penokohan Petruk Kantong Bolong. Betapa seorang manusia Jawa asli, dari trah rakyat, bisa menjadi ratu atau raja atawa Presiden.
Meski pun begitu tetaplah Petruk adalah Petruk. Dia tetap trah darah merah, bukan darah biru. Jadi Petruk Dadi Ratu tetaplah lakon carangan. Cerita sempalan dari babon kisah Mahabharata dengan Bharatayudanya. Tidak sebagaimana trah darah biru, Petruk boleh bermimpi jadi raja, tapi dia tidak diperkenankan membangun politik dinasti.
Secara post struktural atas representasi Sunan Kalijaga, itulah kenyataan yang berlangsung. Bahwa, kolonialisme-feodalisme terus membangun tiang-tiang baru. Sekali lagi, Petruk Dadi Ratu hanyalah lakon carangan. Cerita sempalan dari babon kisah Mahabharata dengan politik perang Bharatayudha. [Luk]