Scroll untuk baca artikel
Terkini

Polemik Film ‘Jejak Khilafah di Nusantara’, Kenapa Dihapus?

Redaksi
×

Polemik Film ‘Jejak Khilafah di Nusantara’, Kenapa Dihapus?

Sebarkan artikel ini

Pertama, tidak ada bukti pada dokumen-dokumen di Arsip Turki Utsmani yang menunjukkan bahwa ‘negara’ Islam pertama di Jawa, Kesultanan Demak (1475–1558). Utamanya raja pertamanya, Raden Patah (bertakhta, 1475–1518), memiliki kontak dengan Turki Utsmani.

Kedua, kesultanan yang ada di Pulau Jawa tidak dianggap sebagai vassal atau naungan Turki Utsmani, termasuk juga bukan wakil sultan-sultan Utsmani di Jawa.

Ketiga, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara Turki Utsmani dan Kesultanan Yogyakarta (didirikan 1749) dalam hal hierarkhi sebagaimana dimaksud di dalam poin nomor 2. Termasuk, tidak ada bukti dokumen sejarah yang menunjukkan bahwa panji ‘Tunggul Wulung’ merupakan ‘bukti’ bahwa Yogyakarta adalah wakil dari Turki Utsmani di Jawa, berdasarkan penelitian kearsipan Dr. Kadi yang telah lama meneliti dokumen-dokumen Turki Utsmani di Arsip Utsmani di Istanbul.

Dr. Kadi menyebutkan bahwa jika ada satu saja dari ‘legenda-legenda’ di atas yang memiliki dukungan bukti sejarah, dia pasti telah memasukkannya ke dalam hasil penelitiannya yang terbaru, yang beliau sunting bersama dengan Prof A C S Peacock dari Universitas St Andrew’s di Skotlandia, berjudul Ottoman-Southeast Asian Relations; Sources from the Ottoman Archives (Leiden: Brill, 2019), dua jilid.

Dalam siaran pers tersebut disebutkan, pernyataan tersebut dibuat untuk meluruskan informasi yang diklaim berdasarkan sejarah di mana nama Prof. Peter Carey dicatut di dalamnya, padahal sama sekali tidak memiliki bukti dokumenter kesejarahan yang valid.

“Tendensi semacam ini, yang ditunjukkan oleh generasi sekarang, tampak seperti bentuk minderwardigheid (ketidakpercayadirian) yang menganggap bahwa orang-orang Indonesia masa lampau tidak dapat bertahan dari kolonialisme tanpa bantuan asing,” ujar dia.

Padahal, menurut dia, jelas sejarah yang asli dari negara ini menunjukkan bahwa orang-orang Indonesia sendiri dan perjuangannya adalah faktor yang membuat Indonesia dapat bertahan melewati penjajahan Eropa maupun Jepang hingga akhirnya mendeklarasikan kemerdekaan yang penuh pada 17 Agustus 1945.

Senada dengan itu, Salim A Fillah juga sangat menyesalkan namanya dicatut untuk propaganda dalam film tersebut. Di akun Facebook pribadinya, ia menyatakan mendukung Prof. Peter Carey dan Ki Roni Sodewo dalam menyatakan ketidaksetujuannya pada framing dan isi keseluruhan film. Ia juga meminta agar wawancara dengan mereka dihilangkan dari film.

Salim menilai pihak yang memproduksi film saat mewancarai dirinya tidak berlaku jujur karena maksud dan tujuan wawancara tidak diungkap secara terbuka di awal lalu dijadikan bagian dari suatu narasi yang tidak disetujui oleh narasumber.