“Dapat diduga ada ketidakterbukaan kepada narasumber dalam hal ini Ki Roni Sodewo dan Prof. Peter Carey akan maksud, tujuan, dan keperluan penggunaan hasil wawancara tersebut sehingga ketika hasil wawancara dirilis sebagai film ‘Jejak Khilafah’ maka kedua beliau menyatakan keberatan. Hal ini tentu sangat disesalkan.” kata Salim A Fillah dalam klarifikasinya.
Hal yang sama juga dinyatakan oleh sejarawan Alwi Alatas yang namanya juga dikaitkan dalam film tersebut. Alwi mengakui bahwa ia memang pernah diwawancara terkait kekhalifahan dan Nusantara. Namun, Alwi menekankan bahwa penyampaiannya dalam wawancara itu sebatas penjelasan sejarah.
“Beberapa bulan yang lalu saya diwawancara untuk sebuah film dokumenter tentang hubungan Kekhalifahan dan Nusantara di masa lalu. Saya sanggupi ketika itu dalam konteks sepenuhnya sebagai sejarawan. Baru-baru ini saya diundang ke acara launching film dokumenter tersebut yang diadakan pada tanggal 2 Agustus 2020, tapi saya tolak baik-baik,” ujar Alwi dalam keterangan tertulisnya dikutip dari hidayatullah.com.
Kemudian, sambung Alwi, panitia acara tersebut meminta izin kepada Alwi untuk menampilkan cuplikan hasil wawancara itu.
“Panitia minta izin cuplikan wawancara saya ditampilkan di acara tersebut. Saya persilakan, karena memang hasil wawancara,” ujarnya.
“Terkait pertanyaan beberapa orang tentang keterlibatan saya dalam film tersebut, maka perlu dijelaskan bahwa posisi saya hanya sebagai salah satu narasumber untuk sebuah film dokumenter sejarah, tidak lebih dari itu,” ujar Alwi.
Kalau film itu diproduksi dan dikeluarkan untuk memberikan penjelasan sejarah, lanjut Alwi, “Alhamdulillah, memang itu yang saya maksudkan.”
“Namun sekiranya wawancara saya dan film tersebut digunakan untuk menyebarluaskan ide atau gerakan khilafah kalangan tertentu, maka itu di luar pengetahuan saya, tidak mewakili pandangan pribadi saya dan tidak pula saya restui,” pungkasnya.
Belakangan, sejak adanya komplain dari Peter Carey, pihak pembuat film JKDN telah mengeluarkan seluruh argumentasi yang berdasar pada pikiran Peter Carey. Bahkan, tak ada lagi secuil pun wajah Peter Carey muncul di film JKDN.
Menurut Ahmad Khozinudin, yang dikaji film JKDN bukan hanya Jawa, tetapi juga Nusantara. Nusantara yang dikaji juga bukan wilayah yang hari ini disebut Indonesia, tetapi juga meliputi Malaysia, Singapura, Thailand dan Philipina.
Hingga tulisan ini dibuat, belum ada penjelasan dari pihak terkait khususnya pemerintah soal alasan kenapa film ini di-takedown. Padahal sebagai bahan diskusi terkait sejarah, biarkan saja perdebatan dan penyajian data sejarah disajikan dari berbagai pihak, entah yang pro maupun yang kontra terhadap film ini.