Oleh sebab itu peraturan selalu bersifat terbatas dan tidak bisa dilepaskan dari dominasi penguasa yang menggunakannya untuk mengubah realitas sosial. Sedangkan,hukum akan selalu berpihak kepada kebenaran bukan kekuasaan.
Selain itu peraturan akan selalu bersifat relatif karena harus terus- menerus memperbarui diri mengikuti perkembangan dari hukum itu sendiri.Sebut tiga dari sekian banyak yang ada seperti legal theory Feminist,environmental law, dan animal rights. Bukankah ini adalah perkembangan hukum yang terus selaras dengan pertumbuhan kesosialan manusia?
Maka, mau tidak mau setiap stake holder yang hendak ingin membuat sebuah peraturan harus mengikuti dan mempelajari dengan saksama pelbagai perkembangan hukum tersebut, karena jika tidak maka bisa dipastikan peraturan tersebut akan mengalami kecacatan.
Selain itu uraian sebelumnya juga menunjukkan kepada kita bahwa medium dari hukum dan peraturan adalah politik. Politik sangat menentukan apakah sebuah peraturan dibuat dengan memperhatikan perkembangan hukum atau malah sebaliknya mengacuhkan perkembangan hukum tersebut.
Tentu, politik yang hanya dipahami sebagai cara untuk merebut kekuasaan dan bukan sebagai wahana untuk merawat keutamaan–keutamaan manusia seperti integritas,keberanian,keadilan, kebahagian,kebebasan, dan lain sebagainya akan menghasilkan peraturan–peraturan yang mengacuhkan perkembangan hukum itu sendiri.
Dan, tentu inilah yang menjadi sebab utama dari buruknya hukum di mata rakyat. Preseden–preseden buruk seperti; ”hukum bisa dibeli,” dan “ujung-ujungnya duit (UUD)” akan terus terawat di alam bawah sadar rakyat.
Hal inilah yang kemudian berimplikasi kepada sikap acuh tak acuh rakyat kepada stake holder yang membuat pelbagai macam peraturan.
Terakhir, izinkan saya menyampaikan bahwa peraturan yang memperhatikan perkembangan hukum hanya bisa dihasilkan dari ke-ideal-an politik. Ke-ideal-an politik yang dimungkinkan jika kita kembali mengaktifkan republik.