Scroll untuk baca artikel
Berita

Ribuan Santri Geruduk KPID Jateng: Desak Cabut Izin Siar Trans7, Tagar #BoikotTrans7 Menggema

×

Ribuan Santri Geruduk KPID Jateng: Desak Cabut Izin Siar Trans7, Tagar #BoikotTrans7 Menggema

Sebarkan artikel ini
santri grudug kpid jateng

“Kami mendesak KPID Jateng untuk bersurat ke Kementerian Komunikasi dan Digital agar mencabut izin siar Trans7 secara permanen,” tegas Dewang.

Selain tuntutan administratif, para peserta aksi juga berencana melaporkan kasus ini ke Polda Jawa Tengah.

Langkah hukum tersebut, kata Dewang, bertujuan agar pihak kepolisian turut mengusut konten penyiaran yang dinilai melanggar etika dan berpotensi menimbulkan keresahan di masyarakat.

Sementara itu, Ketua KPID Jawa Tengah, Muhammad Aulia Assyahiddin, dalam pernyataannya menyampaikan keprihatinan atas tayangan yang memicu gelombang protes tersebut.

Ia menilai program Xpose Uncensored telah mengabaikan prinsip dasar dalam Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran (P3SPS).

“Kami menyayangkan tayangan itu. Dalam P3SPS disebutkan, penyiaran wajib menghormati nilai-nilai tradisi dan keberagaman. Media tidak boleh melakukan justifikasi terhadap sesuatu yang berbeda dengan keyakinannya,” tegas Aulia.

Ia menambahkan, tradisi pesantren merupakan bagian dari kekayaan budaya bangsa yang harus dihormati, bukan dijadikan objek penilaian sepihak oleh pihak luar.

“Yang berhak menilai adalah warga pesantren itu sendiri, karena itu bagian dari tradisi mereka. Media hanya boleh memberitakan, bukan menilai dengan narasi yang menyudutkan,” lanjutnya.

Menurut Aulia, media penyiaran memiliki tanggung jawab sosial yang besar, apalagi ketika menyangkut tokoh agama dan simbol moral publik.

“Penyiaran bukan sekadar hiburan atau sensasi. Ada batas etika yang tidak boleh dilanggar, terutama ketika menyentuh wilayah keagamaan dan tradisi masyarakat,” imbuhnya.

Menjelang sore, massa aksi mulai membubarkan diri dengan tertib setelah melakukan doa bersama. Namun, seruan untuk terus memboikot Trans7 menggema di linimasa media sosial dengan tagar #BoikotTrans7 dan #SantriBersatu.

Aksi ini menjadi bukti bahwa kalangan pesantren tidak tinggal diam menghadapi bentuk pelecehan simbolik terhadap ulama dan tradisi keislaman.

Bagi para santri, menjaga marwah kiai bukan sekadar urusan emosional, melainkan bagian dari menjaga warisan moral bangsa yang telah lama menjadi penopang peradaban Indonesia.

Sebagaimana diserukan dalam orasi penutup aksi, “Kami bukan hanya menuntut keadilan untuk pesantren, tetapi juga menegakkan etika penyiaran agar bangsa ini tidak kehilangan akalnya.” []