P3G mencatat, ada lebih dari 10 UU yang relevan berkaitan langsung maupun tak langsung dengan sistem pendidikan nasional, termasuk UU Pemerintah Daerah.
“Jika Kemdikbudristek ingin membentuk satu sistem pendidikan nasional, kenapa hanya memasukkan 3 UU pendidikan saja dalam RUU Sisdiknas, padahal masih banyak lagi UU pendidikan seperti UU Pesantren, UU Pendidikan Kedokteran. Apakah Pesantren bukan bagian dari satu sistem pendidikan nasional? Ini namanya omnibus law setengah hati”, cetus Satriwan Salim, Koordinator Nasional P2G.
3. Jangan Bernasib Sama dengan UU IKN dan UU Ciptakerja
P2G khawatir pembahasan RUU Sisdiknas ini akan bernasib sama dengan UU IKN dan UU Ciptakerja yang dikebut hingga pengesahan. Dikhawatirkan, prosesnya tidak memenuhi prasyarat pastisipasi publik yang bermakna.
“Kami khawatir, pembahasan RUU Sisdiknas dipaksakan, pembahasannya dikebut untuk cepat disahkan. RUU Sisdiknas akan menjadi RUU Roro Jongrang istilahnya, sistem kebut semalam langsung jadi, begitu kira-kira analoginya,” lanjut Satriwan.
4. Butuh Peta Jalan Pendidikan Nasional Dulu
P2G menilai Kemdikbudristek butuh membuat Peta Jalan Pendidikan Nasional (PJPN), yang memuat rancangan besar rencana dan pengelolaan pendidikan nasional Indonesia, sebelum RUU Sisdiknas.
“Oleh karena itu RUU Sisdiknas sebenarnya hanya salah satu bagian saja dalam mencapai tujuan negara yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945. PJPN sebagai induknya, sedangkan UU Sisdiknas salah satu bagian turunannya,” kata Iman Zanatul Haeri, Kepala Bidang Advokasi P2G.
5. Persoalan Pendidikan dan Guru yang Perlu Dibenahi Dulu
Satriwan mengatakan, masih banyak persoalan pendidikan dan guru yang mestinya segera dibenahi Kemdibudristek ketimbang membuat UU Omnibus ini. Contohnya yakni pemulihan pembelajaran pasca pandemi dan learning loss. H
P2G mencatat, Asesmen Kompetensi Minimum (2021) menunjukkan 50 persen siswa Indonesia belum mencapai kompetensi minimum dalam literasi. Adapun 2 dari 3 siswa belum mencapai kompetensi minimum dalam numerasi.
Sementara itu, data survei Bank Dunia (2020) mendapati hasil pengetahuan guru dalam bahasa Indonesia dan matematika “rendah”, dan pedagogi “sangat rendah”. Hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) juga masih terus di bawah angka 60.
“Ini dulu mestinya prioritas diselesaikan Kemdikbudristek, bukan membuat RUU omnibus law pendidikan. Rasanya RUU Sisdiknas layak ditunda pembahasannya,” kata Satriwan.
6. Belum Beri Solusi Konkret untuk Masalah Guru Honorer, Swasta, dan PPPK
RUU Sisdiknas juga belum belum memberi solusi konkret atas persoalan guru honorer, guru swasta, dan guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Di sisi lain, jalannya proses pembelajaran di sekolah ditopang para guru honorer yang diupah ala kadarnya hingga tidak manusiawi.