YANG namanya menuntut ilmu di pesantren, tentu bagian penting yang aku peroleh selama belajar di Pondok Pesantren Darussalam adalah ilmu agama, dalam pengertian akademik (intelektual).
MAPK adalah Madrasah Aliyah jurusan agama. Karena ada label Program Khusus tentu ada kekhususannya. Kekhususannya terletak pada sumber belajar. Sumber belajar di MAPK adalah buku-buku atau kitab-kitab Agama Islam berbahasa Arab (sumber belajar di jurusan agama biasa adalah buku-buku berbahasa Indonesia).
Kalau mata pelajaran sama dengan mata pelajaran di jurusan agama pada madrasah aliyah pada umumnya, yaitu Bahasa Arab, Tafsir, Hadits, Ilmu Tafsir, Ilmu Hadits, Fikih, Ushul Fikikh, Akhlak, Ilmu Kalam, dan Sejarah Islam. Target kurikuler juga sama saja.
Karena MAPK di Ciamis menginduk kepada pesantren, kegiatan kami ditopang, dan diintegrasikan dengan program pesantren. Kalau kurikulum sekolah sumber belajarnya disusun langsung oleh Departemen Agama RI, sumber belajar kegiatan pesantren adalah kitab-kitab klasik tentang Islam berbahasa Arab gundul (tanpa harokat) yang ditulis langsung oleh para ulama klasik. Kitab-kitab ini lebih dikenal dengan kitab kuning.
Kegiatan sekolah dimulai pukul 07.00 sampai pukul 12.00. Setelah salat, makan siang, dan isirahat kegiatan belajar dilanjutkan lagi dengan mata pelajaran khusus jurusan agama, yaitu seputar bahasa Arab, fikih, hadits, dan tafsir. Kegiatan belajar tambahan ini selesai sampai kira-kira pukul 15.30. Setelah itu kami istirahat dan bersiap-siap untuk kegiatan kepesantrenan.
Kegiatan kepesantrenan dimulai sejak salat maghrib sampai pukul 20.30. Lepas maghrib biasanya diisi dengan membaca Al-Qur’an. Dan setiap hari sabtu kegiatan diisi dengan latihan ceramah (muhadharah).
Pengajian kitab kuning baru dilakukan selepas salat isya sampai pukul 20.30. Pagi hari kegiatan dimulai dengan salat subuh, dilanjutkan dengan pengajian kitab kuning lagi. Setelah mengaji kitab kuning pagi hari, kami bersiap-siap untuk sekolah lagi. Demikian seterusnya.
Karena sekolah negeri, waktu libur sama dengan sekolah pada umumnya, hari Ahad, bukan hari jum’at. Demikian juga awal tahun ajaran, dan akhir tahun ajaran mengikuti kalender masehi, bukan kalender hijriah. Bila ada libur nasional, baik libur kenegaraan atau hari besar agama-agama, kami juga libur. Tidak ada yang berbeda.
PP Darussalam adalah pondok pesantren ahlus sunnah wal jamaah. Fikihnya fikih ahlussunnah, teologi atau mazhab ilmu aqidahnya Asy’ariyyah. Karena itu kitab-kitab kuning yang dikaji di PP Darussalam semuanya kitab-kitab Sunni, Syafi’i, dan Asy’ari.
Kitab ilmu nahwu yang kami pelajari ada tiga kitab pokok, yaitu Jurmiyyah, Muttamimah, dan Alfiyyah. Kitab ilmu sharaf juga tiga yang pokok, yaitu : Matan Bina Wal Asas, Kailani, dan Al Amtsilah At Tashrifiyyah.
Kitab fikih yang dikaji : Fath Al-Qorib dan Kifayah Al-Akhyar. Kitab ilmu kalam yang dikaji ada dua, yaitu Jawhar Al Kalamiyyah, dan kitab Imam Asy’ari langsung, yaitu Al Ibanah ‘An Ushuliddiyanah. Sementara Tafsir tidak ada kitab tafsir khusus yang kami pelajari. Kajian tafsir Al-Qur’an diampuh sendiri oleh Bapak Pengasuh (Almaghfurlah) KH. Irfan Hilmi.
Kajian ini beliau sampaikan setiap salat subuh di masjid Pesantren, diikuti oleh semua warga pesantren dari berbagai tingkatan, mulai dari Mts sampai perguruan tinggi. Bahan kajiannya adalah Mushaf Al Qur’an Utsmani yang beliau tafsirkan berdasarkan hasil bacaan beliau dari kitab-kitab tafsir yang beragam. Kajian tafsir diadakan setiap hari, kecuali hari Ahad.
Kitab-kitab kuning yang kami pelajari, selain tafsir, diampuh oleh para santri senior atau para ustadz yang direkomendasikan oleh Bapak Pengasuh. Tapi ketika menginjak kelas 3 ada dua materi yang diampuh langsung oleh Bapak Pengasuh, selain tafsir Al Qur’an, yaitu Kitab Jawhar Al Maknun (balaghah/ sastra arab), dan Sulam Al-Munawaroq (mantik/logika). Sebuah kepuasan tersendiri mendapat pengajaran langsung dari beliau.
Satu hal yang belakangan baru aku sadari berkaitan dengan ketuntasan belajar. Kalau bicara ketuntasan dari sisi tamatnya kitab yang kami pelajari, tidak satupun yang tamat. Rupanya, itu adalah upaya pihak pesantren untuk menstimulasi para santrinya belajar.
Lembaga pesantren lebih kepada membukakan mata dan memperkenalkan garis-garis besar kajian ilmu-ilmu Islam dan kitab-kitabnya. Selebihnya para santrilah yang memperdalam dan menuntaskan.
Dari paradigma ini kami akhirnya memang berlomba-lomba memperbanyak referensi kitab kuning. Rak buku kami di kamar rasanya kurang gagah kalau tidak banyak kitab kuning yang tebal-tebal.
Aku setiap bulan selalu mengalokasikan uang untuk membeli kitab kuning. Saat menerima uang kiriman melalui pos wesel aku sisihkan dulu untuk jatah lauk paukbsatu bulan. Sekiranya sudah cukup, aku ke toko kitab Bairut di Pasar Ciamis untuk membeli kitab. Pokoknya beli saja. Urusan membacanya urusan nanti.
Karena hobi membeli kitab, sampai kitab Tafsir Al Maraghipun aku membelinya seharga Rp 150.000. Kitab tafsir itu berjumlah 10 jilid tebal. Saat ini harga untuk cetakan Darul Fikri Bairut sekitar Rp 1.500.000. Kitab tafsir itu dibelikan oleh kakakku Bang Munir.
Sekarang ini aku benar-benar mengucap syukur karena memaksakan membeli kitab. Sebab kitab-kitab tersebut harganya tidak ada yang murah, ratusan sampai jutaan satu setnya. Saat ini aku tinggal membaca saja. Alhamdulillah, sesekali masih bisa menambah koleksi kitab kuning.
Sesuai dengan visinya PP Darussalam berupaya menyodorkan sebuah pemahaman yang moderat dengan menghindari fanatisme pada satu mazhab fikih tertentu. Walawpun fikih dan teologi di Darussalam itu Sunni dan Asy’ari, tapi Bapak Pengasuh juga memperkenalkan tokoh intelektual dan ulama yang bukan bermazhab Syafi’i.
Hal itu bisa diketahui dari nama-nama asrama di lingkungan Pesantren : Asrama Asy Syafi’i, Sibawaih, Ibnu Taimiyah, Ibnu Khaldun, Ibnu Rusyd, Ibnu Bajah, bahkan nama pahlawan wanita dari Jawa Baratpun dijadikan nama asrama putri, yaitu Asrama Dewi Sartika.
Bukan hanya itu. Bapak Pengasuh juga memperkenalkan kami kepada pemikir Islam (ulama) kontemporer lewat buku yang dikaji setiap hari Ahad pagi. Di tahun pertama aku di Darussalam, beliau mengampuh Kajian Kitab Al-Wahyu Al Muhammadi, kitab yang ditulis oleh Muhammad Rasyid Ridha, ulama pembaharu dari Al Azhar Mesir, murid Muhammad Abduh, juga ulama pembaharu dari Al Azhar Kairo Mesir. Di tahun kedua, kami mengkaji Kitab Al Janib Al Athifi Min Al Islam yang ditulis okeh Syekh Muhammad Al-Ghazali, syaikh Al-Azhar Kairo.
Dan di tahun terakhir, Bapak Pengasuh mengampuh kajian Kitab Al Ibadah Fi Al Islam, yang ditulis oleh ulama pembaharu/ kontemporer dari Al Azhar Kairo juga (terakhir tercatat sebagai warga negara Qatar dan meninggal di negara tersebut pada bulan September tahun 2022).
Kajian-kajian di PP Darussalam memperkuat jati dirinya sebagai pondok pesantren SUNNI YANG SUNNI. Karena sudah terbiasa dengan kajian lintas mazhab saat di Darussalam dulu, lepas dari pesantren aku alhamdulillah tidak menjadi orang yang kagetan kalau ada yang berbeda pemahaman fikihnya. Sampai yang berbeda paham teologi sekalipun aku santai-santai saja. Toh tuhannya Allah SWT, rasulnya Muhammad SAW, dan kitab sucinya Al-Qur’an. Kalau berbeda pemahaman, ya kepalanya saja berbeda, masa pemahamannya mau disamakan.
Wallahu a’lam bis shawab